Kinerja BUMN Dinilai Membaik, ini Kata Pengamat!

BusinessNews Indonesia – Pandemi Covid-19 berperan besar memukul kinerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Meski kini, Kementerian BUMN melaporkan bahwa laba perusahaan pelat merah telah membaik jika dibandingkan dengan tahun lalu. Namun, pengamat menilai masih perlu ada optimalisasi pada 2022 ini.

Sebagaimana diketahui, kinerja keuangan BUMN pada 2020, nilai penjualan seluruh BUMN mencapai Rp 1.842 triliun, nilai tersebut turun jika dibandingkan dengan nilai sales pada 2019 yang mencapai Rp 2.456 triliun. Sementara itu, laba BUMN pada 2020 hanya mencapai Rp 39 triliun, merosot tajam jika dibandingkan dengan laba pada 2019 yang mencapai Rp 165 triliun.

Berdasarkan laporan semester I 2021, menunjukkan laba BUMN mencapai Rp 26,3 triliun atau lebih tinggi 360 persen bila dibandingkan dengan periode yang sama pada 2020.

Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan, program-program utama yang diinisiasi selama 2021 berhasil dituntaskan dengan baik. Capaian kinerja secara maksimal tersebut meliputi sisi keuangan, operasional, dan tanggung jawab sosial kepada masyarakat.

”Keberhasilan di tahun 2021 ini harus disyukuri. Kami tidak boleh berpuas diri. Hal ini harus menjadi pelecut semangat agar kami terus bekerja, berkontribusi, dan menorehkan prestasi di tahun-tahun mendatang demi memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat dan bangsa Indonesia,” ungkap Erick.

Disamping itu, Associate Director BUMN Research Group LM FEB Universitas Indonesia,Toto Pranoto mengatakan kenaikan laba tersebut karena didorong membaiknya harga komoditas dunia, termasuk pertambangan, meningkatnya kinerja sektor energi, dan kesehatan.

Baca Juga : Sah! Pembentukan Holding BUMN Pangan Kantongi Restu Jokowi

Namun, Toto juga mengatakan, belum sepenuhnya pulih patut diperhatikan. Pertama,mengenai penanganan beberapa BUMN strategis yang terus merugi sampai 2021. Prioritas perlu diberikan kepada BUMN seperti Garuda Indonesia, Krakatau Steel, Waskita Karya, dan Angkasa Pura yang sedang berjuang dengan program restrukturisasi keuangan.

”Perhatian juga perlu diberikan kepada BUMN dengan penugasan PSO yang besar seperti PLN dan Pertamina, terutama terkait dengan penyelesaian beban subsidi yang harus mereka tanggung,” ungkapnya.

Tak hanya itu, Toto menilai bahwa tren sepanjang 2021 menunjukkan kecepatan dalam pembentukan holding baru. Tercatat, misalnya, pembentukan holding Aviasi & Turisme, holding ultramikro, serta terakhir di ujung tahun pembentukan holding jasa survei.

Baca Juga : Pemerintah dan BUMN Berkolaborasi Kelola PMN dengan Akuntable

”Konsep pembentukan holding ini menurut pandangan kami relatif bagus apabila mampu menciptakan nilai tambah. Bukan justru sebaliknya menciptakan value destroying. Dalam praktik ternyata masih ada holding BUMN yang sudah diimplementasikan hampir tiga tahun, namun kinerja justru buruk,” jelasnya.

Selain itu,Toto menambahkan, agility dan jiwa entrepreneurship dalam pengelolaan BUMN yang terlihat agak lamban sepanjang era pandemi. Tatanan bisnis di era pandemi dinilai perlu diadaptasi dengan beberapa model bisnis baru yang menekankan pentingnya pendekatan digital, customer journey, serta analisis big data.

”Prioritas keempat yang harus mendapat perhatian adalah keinginan untuk menjadikan BUMN sebagai world class company. Keinginan ini sudah dinyatakan Presiden Jokowi dalam beberapa tahun terakhir, namun proses ke arah ini masih berlangsung jauh dari harapan,” ucap Toto.

Comments are closed.