Dorong Transparansi, Danantara Diharapkan Perkuat Akuntabilitas Pengelolaan Aset

Penguatan Akuntabilitas Jadi Kunci Keberlanjutan Danantara

Dorong Transparansi, Danantara Diharapkan Perkuat Akuntabilitas Pengelolaan Aset

Pengamat Kebijakan Publik Muhammad Gumarang menilai Badan Pengelolaan Investasi (BPI) Danantara perlu memperkuat transparansi dan akuntabilitas dalam mengelola aset dan dana triliunan rupiah yang dipercayakan kepadanya. Kritik ini muncul seiring minimnya informasi rinci mengenai aset awal senilai lebih dari Rp9.000 triliun yang diserahkan tujuh BUMN ke dalam super holding tersebut.

“Sejak awal berdiri, sebuah entitas bisnis seharusnya menampilkan neraca awal sebagai gambaran terperinci tentang aset dan kewajibannya. Tanpa itu, publik akan sulit percaya apakah Danantara sehat atau justru menyimpan masalah,” kata Muhammad Gumarang dalam keterangannya, Jum’at (22/8/25).

Tujuh BUMN yang telah menyerahkan aset ke Danantara antara lain Pertamina, Telkomsel, BNI, Mandiri, BRI, PLN, dan PT Mineral Industri Indonesia. Namun, hingga kini tidak ada publikasi resmi yang merinci jenis aset, apakah berupa aset tetap atau aset lancar.

Selain aset jumbo tersebut, Danantara juga menerima kucuran dana tunai Rp325 triliun dari efisiensi APBN serta Rp80 triliun dari dividen BUMN yang sebelumnya masuk ke kas negara. Namun penggunaan dana tunai ini juga tidak jelas, sehingga menimbulkan tanda tanya soal akuntabilitas pengelolaan.

“Publik tentu ingin tahu kemana larinya dana tunai Rp325 triliun dari APBN dan Rp80 triliun dari dividen BUMN. Apalagi kini Danantara justru berutang US$10 miliar ke 12 bank asing, padahal sudah didukung aset dan dana jumbo,” ujar Muhammad Gumarang.

Utang sebesar Rp162 triliun itu, sebagian digunakan untuk menyuntik Garuda Indonesia senilai Rp6,65 triliun. Namun publik mempertanyakan urgensi langkah ini mengingat inti persoalan BUMN bukan kekurangan modal, melainkan masalah korupsi, pemborosan, dan kerugian yang berulang.

Selain itu, perhatian publik juga tertuju pada lahan sawit seluas 833.413 hektar hasil sitaan Satgas Penertiban Kawasan Hutan. Lahan tersebut diserahkan kepada PT Agrinas Palma, anak usaha di bawah Danantara, meski statusnya berada di kawasan hutan dan berpotensi menimbulkan persoalan baru.

“Kita berharap Danantara yang digagas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi tidak justru menjadi beban baru” tutup Muhammad Gumarang.

Comments are closed.