Jakarta, businessnews.co.id – Delapan dekade setelah Indonesia merdeka, korupsi masih menjadi momok bangsa. Alih-alih menandai kemajuan, orang muda justru dihadapkan pada kenyataan bahwa praktik korupsi tetap menghambat kesejahteraan sosial dan memperlebar ketidakadilan.
National Benchmark Survey (NBS) kembali menegaskan hal tersebut. Konsisten muncul dalam hasil survei semester II 2024 hingga semester I 2025, Kawula17 menemukan isu korupsi tetap menjadi salah satu perhatian utama orang muda Indonesia. Temuan terbaru NBS menunjukkan bahwa orang muda tidak hanya melihat permasalahan korupsi sebatas persoalan individual, tetapi semakin memahaminya sebagai persoalan sistemik yang terkait dengan kelembagaan dan kebijakan negara.
Orang Muda Menilai Kebijakan Pemberantasan Korupsi Perlu Diperkuat
Berbagai praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) seperti penggunaan anggaran yang tidak transparan (42%) dan maraknya nepotisme di jabatan publik maupun pemerintahan (40%) menjadi sorotan utama orang muda. Isu-isu ini secara signifikan diketahui oleh orang muda perkotaan dibandingkan mereka yang tinggal di daerah pedesaan.
Lebih lanjut, semakin progresif spektrum politik orang muda dan semakin tinggi tingkat aktivismenya, semakin banyak pula isu korupsi yang mereka ketahui. Ini menunjukkan bahwa kesadaran orang muda terkait isu dan praktik korupsi tumbuh seiring dengan akses informasi serta keterpaparan dan keterlibatan mereka dalam aktivitas sosial-politik.
Jika pemerintah masih mengandalkan operasi tangkap tangan (OTT) sebagai langkah utama pemberantasan korupsi, pandangan orang muda ternyata menunjukkan hal yang berbeda. Hasil NBS Semester I 2025 menunjukkan bahwa 23% orang muda menganggap penyimpangan alokasi subsidi negara, diikuti dengan maraknya nepotisme di berbagai jabatan/posisi pemerintahan (22%) dan penggunaan anggaran negara yang tidak transparan (21%), sebagai alasan utama korupsi terus menjadi tantangan besar di Indonesia. Artinya, orang muda semakin melihat masalah korupsi bukan sekadar ulah individu, melainkan cerminan dari kelemahan sistem, institusi, dan kebijakan negara.
Desakan terhadap solusi struktural terlihat dalam preferensi kebijakan orang muda. Sebagian besar orang muda menekankan bahwa pemberantasan korupsi akan lebih efektif melalui reformasi struktural. Ini mencakup kebijakan yang dapat memastikan koruptor tidak bisa mencalonkan diri dan menempati jabatan publik (46%) dan mengimplementasikan RUU Perampasan Aset sebagai aturan yang dapat merampas aset terduga koruptor dan afiliasinya (45%). Dengan kata lain, orang muda Indonesia beranggapan bahwa solusi korupsi tidak cukup berhenti pada penindakan seperti OTT, tetapi harus menyentuh akar sistem yang selama ini memungkinkan praktik korupsi dipelihara.
Namun, kepercayaan orang muda terhadap peran pemerintah belum diiringi dengan kepuasan terhadap kinerja pemerintah. Setidaknya empat dari lima orang muda menilai kinerja pemerintah dalam pemberantasan korupsi masih (jauh) di bawah ekspektasi, sementara hanya 7% yang menganggapnya sudah (jauh) di atas ekspektasi. Akibatnya, peran pemerintah di isu antikorupsi hanya mencatatkan NET Score -77%, turun drastis -21 poin dari semester lalu (-56%). Skor ini memperlihatkan jurang yang semakin lebar antara harapan orang muda dan kenyataan saat ini.
Program Manager Kawula17, Maria Angelica, berpendapat bahwa “Temuan ini menjadi sinyal keras bagi pemerintah di bidang antikorupsi. Apabila upaya pemberantasan korupsi, utamanya dengan perbaikan kebijakan dan reformasi kelembagaan, tidak segera ditingkatkan, ini akan berdampak pada kredibilitas pemerintah di mata orang muda.”
Uang dan kekuasaan dalam kerusakan lingkungan
Temuan NBS juga menunjukkan bahwa kekecewaan serupa muncul di isu lingkungan. Orang muda menilai lemahnya penegakan hukum yang kerap dipengaruhi uang dan kekuasaan (38%) serta kebijakan lingkungan yang belum efektif (30%) sebagai faktor utama kerusakan lingkungan terus berulang di Indonesia. Kesadaran ini menandai pergeseran penting: generasi muda tidak lagi hanya menyoroti aksi personal, tetapi semakin memahami alasan yang lebih sistemik yang melanggengkan permasalahan lingkungan di Indonesia.
Lebih jauh, aspirasi kebijakan yang diangkat orang muda menunjukkan desakan kuat terhadap perlindungan ekosistem. Sebanyak 53% responden menyatakan pemerintah perlu segera mengimplementasikan kebijakan perlindungan kawasan hutan dari deforestasi, kebakaran, dan alih fungsi lahan. Temuan ini memperlihatkan bahwa generasi muda menempatkan isu lingkungan sebagai prioritas strategis yang harus segera ditindaklanjuti negara.
Orang muda bukan sekadar pengamat
Meski upaya pemerintah dalam memberantas korupsi pada semester pertama ini masih dinilai (jauh) di bawah ekspektasi, orang muda tetap menunjukkan minat yang sangat tinggi terhadap isu antikorupsi. NBS Semester I 2025 menemukan bahwa antikorupsi (73%) menjadi topik yang paling diminati orang muda untuk berpartisipasi dalam 12 bulan ke depan.
Menanggapi temuan ini, aktivis antikorupsi Dewi Anggraeni menilai, “Orang muda semakin kritis melihat korupsi dan melek akan kondisi bangsa, dengan tujuan memaksa pemerintah untuk berbenah. Tahun pertama pemerintahan Prabowo semakin mendorong orang muda untuk solid menyuarakan transparansi, tanggung jawab, pencegahan korupsi melalui beragam edukasi, dan penguatan regulasi demi memaksimalkan efek jera para koruptor.”
Tingginya minat tersebut memperlihatkan bahwa orang muda bukan sekadar pengamat, melainkan juga aktor potensial dalam agenda pemberantasan korupsi. Program Manager Kawula17 menekankan pentingnya respons serius dari pemerintah dan pemangku kepentingan.
“Aspirasi orang muda terhadap pelarangan koruptor untuk mencalonkan diri di jabatan publik dan pengesahan RUU Perampasan Aset memiliki legitimasi yang kuat. Temuan-temuan ini juga menandakan bahwa agenda antikorupsi akan menjadi salah satu medan partisipasi orang muda paling strategis yang harus ditanggapi dengan serius di masa depan,” jelas Maria Angelica.
National Benchmark Survey merupakan survei per semester yang dilakukan oleh Kawula17, didukung oleh Yayasan Pelopor Pilihan Tujuhbelas, untuk memantau persepsi orang muda mengenai isu-isu terkini, seperti antikorupsi, hak asasi manusia, gender, dan lingkungan, serta penilaian mereka terhadap peran pemerintah dalam topik tersebut. Survei dilakukan dengan metode Computer-Assisted Self Interviewing (CASI) atau survei daring. Periode pengumpulan data survei dilakukan pada tanggal 10-17 Juli 2025 dengan sampel representatif sebesar 1.342 responden dari seluruh Indonesia dan diikuti oleh responden berusia 17-35 tahun dengan margin of error 5%.
Comments are closed.