Perkembangan Metaverse dan Blockchain Jadi Arus Ekonomi Baru Tanah Air
BusinessNews – Perkembangan blockchain dan “metaverse” yang kini menjadi tren masyarakat dunia, akhir-akhir ini semakin banyak menarik perhatian publik, terutama penggemar aplikasi berbasis game yang menyematkan mata uang kripto dengan teknologi blockchain sebagai basis platform teknologi pendukungnya.
Walau begitu, sangat disayangkan, pemahaman masyarakat mengenai metaverse masih sangat kurang, dan sering kali orang menyebut segala jenis game berbasis blockchain sebagai metaverse. Padahal metaverse yang diwacanakan oleh para industrialis dunia sifatnya jauh lebih rumit dan kompleks dalam ranah penerapan dan pengaktifasian ekosistemnya, bukan sekedar game online berbasis blockchain.
Dalam hal ini Reiner Rahardja pengusaha yang juga berkecimpung di dunia pengembangan blockchain sejak 6 tahun silam itu berpendapat bahwa Metaverse yang sejati hanya akan terjadi jika memiliki penerapan ekosistem dan ekonomi independen didalamnya. Kita ketahui Metaverse merupakan pengejawantahan dari gabungan kata “meta” dan “universe” atau meta-universe yang kemudian disingkat menjadi sebuah kata baru yakni “metaverse”. Dimana dalam kata universe sendiri artinya jagat semesta yang mewakili ruang dan waktu fisik dalam kehidupan kita sehari-hari, tentu termasuk didalamnya adalah kegiatan harian manusia yang seluruhnya berputar disekitar unsur finansial dan uang.
Sedangkan kata Meta secara etimologi artinya adalah “melampaui” atau bersifat transenden. “Pemahaman kata inilah yang membuat rancu pengertian metaverse secara global karena publik belum bisa membedakan mana Meta yang artinya brand media sosial milik Mark Zuckerberg, atau meta dalam arti kata sebenarnya. Sehingga banyak orang berpikir metaverse adalah produk atau teknologi milik perusahaan yang dulunya bernama Facebook, padahal sama sekali bukan”, ujar Reiner dalam keterangan tertulisnya yang diterima, (04/11).
Ia juga mendeskripsikan metaverse sederhananya adalah sebuah dunia baru yang melampaui asas ruang dan waktu fisik dan menjadi opsi hidup kedua bagi setiap insan untuk menjalani kehidupannya dengan serius. Bukan dalam konteks berpindah hidup dari universe saat ini lalu secara harafiah masuk dalam metaverse di dunia maya dan tidak keluar lagi, tapi lebih kepada eksistensi dua jenis dunia berbeda yang saling berjalan bersamaan atau sifatnya “co-exist”
Kenyataan ini juga terlihat dalam ucapan Mark Zuckerberg 2021 silam yang sedang mentransformasi perusahaanya dari perusahaan sosial media menjadi perusahaan metaverse. Dari situ kita mendapat hidden message bahwa dunia maya saat ini bukanlah metaverse, sedangkan populasi terbesar penduduk dunia maya sekarang adalah sekedar penduduk sosial media saja.
Lebih lanjut, Reiner mengatakan, ketika metaverse itu nanti sudah membaik, kita dapat memulai hidup baru didalamnya bahkan memindahkan mata pencaharian dan kehidupan sosial kita sepenuhnya dalam metaverse. “Pindah ke metaverse ya semacam migrasi gitulah, kayak orang Indonesia merantau ke luar negeri buat memperbaiki nasib ujung-ujungnya mah nyari duit juga cuman pergaulannya baru semua dan jati diri lama gak perlu dibawa ke metaverse. Ya perantau kan gitu, ga ada yang tau kita siapa di negara asal kita,” ujarnya.
Menariknya dari aspek blockchain saat ini adalah ketika metaverse itu tidak lagi menggunakan mata uang dunia dan segala bisnis serta aktifitas perekonomian didalamnya sama sekali terpisah dari roda perekonomian universe normal, tutur Reiner. Karena sifat blockchain adalah desentralisasi alias tidak terpusat atau dikontrol segelintir super power, jadi yang ada adalah pengaturan dari rakyat untuk rakyat melalui system voting blockchain.
Sifat ini yang apabila diterapkan dengan baik nantinya akan membuat perekonomian metaverse terpisah dari universe yang ada. Terbukti dari perkembangan mata uang kripto akhir-akhir ini yang beberapa kali mengalami fenomena “decoupling” dari finansial market dunia.
Bahkan dalam keputusan The Fed tanggal 2 November 2022 kemarin, volatilitas kripto tidak seanjlok bursa saham dan itu menunjukan anomaly. Bayangkan jika kripto sudah fully alive dalam metaverse, akan menjadi kuda hitam dalam perubahan masal pola hidup manusia
Tinggal menunggu waktu saja sampai metaverse yang berjalan sesuai harapan dapat muncul dan “co-exist” dengan universe saat ini dan memberikan pilihan hidup lebih luas untuk melanjutkan sepak terjang di dunia nyata atau memulai kehidupan baru dengan pergaulan dan peluang-peluang baru di dalam metaverse.
“Saya rasa sebelum tahun 2027 pun manusia sudah banyak yang migrasi ke metaverse, karena sudah ada metaverse yang dapat memfasilitasi hidup baru tersebut secara holistik” pungkas Reiner Rahardja. (rilis).
Comments are closed.