NCC 2024

Bakal Melantai di Bursa, Arkora Hydro Pasang Harga Saham IPO Rp286-Rp310

Jakarta, Businessnews.co.id – PT Arkora Hydro Tbk (ARKO) berencana melakukan penawaran umum saham perdana atau initial public offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI). Perusahaan pembangkit listrik energi baru dan terbarukan (EBT) itu menawarkan sebanyak 579,9 juta saham baru pada 4-6 Juli 2022.

Direktur Utama ARKO Aldo Artoko menjelaskan, jumlah saham perseroan yang ditawarkan itu mewakili 20 persen dari modal ditempatkan dan disetor perseroan setelah IPO saham. Adapun Harga saham ARKO yang ditawarkan kepada publik berada di rentang Rp286 sampai Rp310 per saham.

“Dana segar yang berpotensi diraup ARKO antara Rp165,85 miliar sampai dengan Rp179,77 miliar,” ujar Aldo dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (22/6/2022).

Rencananya, perseroan akan menggunakan dana hasil IPO untuk dua keperluan, yakni investasi pengembangan proyek EBT dan pelunasan kewajiban jangka pendek.

Rinciannya, sekitar 63 persen digunakan untuk tambahan investasi pada anak perusahaan yang akan dimaksimalkan untuk pengembangan proyek-proyek EBT ke depannya, yaitu 54 persen di PT Arkora Hydro Sulawesi (AHS), 29 persen di PT Arkora Energi Baru dan 17 persen di PT Arkora Tenaga Matahari. Sementara 37 persen akan digunakan untuk pelunasan kewajiban jangka pendek.

Proses listing saham ARKO di BEI dijadwalkan pada 8 Juli 2022. Perusahaan berharap dapat menerima pernyataan efektif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk IPO pada 30 Juni 2022. Adapun penjamin pelaksana emisi efek dalam IPO ARKO ialah PT Lotus Andalan Sekuritas dan PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia.

Menurut Aldo, dirinya meyakini bisnis EBT masih memiliki potensi besar di Indonesia ke depannya, bahkan dalam teknologi yang sudah matang seperti hidro, surya dan angin. Kehadiran hydro sudah kompetitif dengan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara. Saat ini, pemanfaatan potensi EBT masih jauh di bawah 10 persen.

Sekadar informasi, berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), kapasitas energi yang digunakan setiap tahun dalam lima tahun terakhir mengalami peningkatan. Sebagian komponen utamanya atau lebih dari 60 persen berasal dari PLTA.

Adapun total kapasitas terpasang pembangkit berbasis energi terbarukan pada periode 2015-2020 mengalami peningkatan sebesar 22,93 persen. Sementara potensi elektrifikasi pembangkit listrik tenaga surya atap di Indonesia mencapai 32,5 GW, dimana hingga Juli 2021 total kapasitas terpasang baru mencapai 35,56 MW. Hal ini berarti baru mencapai 0,1 persen dari total kapasitas yang diproyeksikan.

“Bermodalkan pengalaman di bidang EBT, Arkora Hydro berencana mencari peluang akusisi. Tidak hanya itu, perseroan juga aktif mencari proyek hidro berpotensi besar di atas 25 MW,” kata Aldo.

Sebelumnya, Arkora Hydro telah menyelesaikan pembangunan proyek mini hidro Cikopo-2 dengan total biaya 1,65 juta dolar AS per MW. Pengerjaan proyek Tomasa menelan biaya investasi 1,75 juta dolar AS per MW. Biaya investasi ini di bawah rata-rata industri sebesar 2,2 – 2,5 juta dolar AS per MW. Proyek Tomasa merupakan pembangkit listrik berkapasitas 10 (2×5) MW.

Proyek tersebut dimiliki Arkora Hydro melalui anak usahanya, yaitu PT Akora Sulawesi Selatan. Tomasa proyek memasuki tahapan commercial operations date (COD) pada Maret 2020.

Selain itu, proyek Yaentu di Poso (Sulawesi Tengah) sedang dalam konstruksi. Proyek Yaentu dengan kapasitas 10 (2×5) MW ini dikembangkan oleh PT Arkora Hydro Sulawesi (AHS), anak perusahaan tidak langsung milik Arkora Hydro.

Hingga Maret 2022, proses pengerjaan proyek telah mencapai 50 persen. Proyek ini ditargetkan memasuki tahapan COD pada triwulan I 2023.

Comments are closed.