Wisata Kapal Tenggelam, Peluang Usaha bagi Masyarakat
Jakarta, BusinesNews Indonesia- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Ditjen PRL) memiliki mandat untuk mengoptimalkan pemanfaatan jasa sumber daya ekosistem laut dan pesisir agar dapat berkontribusi dalam pembangunan kelautan yang berkelanjutan.
Salah satunya adalah melalui pengelolaan Benda Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) yang dapat dikembangkan menjadi salah satu usaha yang dikelola oleh kelompok masyarakat atau desa. Hal tersebut terungkap dalam webinar “Pengelolaan Berkelanjutan Wisata Kapal Tenggelam” yang diselenggarakan Ditjen PRL pada hari Kamis (2/12/2021) lalu.
Plt. Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Pamuji Lestari menyampaikan selain dapat dikembangkan menjadi satu usaha yang dikelola oleh kelompok masyarakat atau desa, investasi BMKT telah diatur PP Nomor 5 Tahun 2021 tentang Perizinan Berusaha Berbasis Risiko sebagai implementasi atas UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
“Agar pemanfaatan BMKT dapat berkelanjutan secara optimal, pemerintah menyusun Rancangan Perpres tentang Pengelolaan BMKT yang mengatur tentang mekanisme pengangkatan, pemanfaatan BMKT baik insitu maupun eksitu dan menyelesaikan status pemanfaatan BMKT yang telah diangkat,” ujar Tari.
Tari juga menjelaskan, KKP mengelola lebih dari 200.000 buah koleksi BMKT yang diangkat dari perairan Indonesia, yang berasal dari abad ke 9-18 Masehi. BMKT tersebut dipamerkan di Marine Heritage Gallery KKP dan disimpan di Warehouse Cileungsi yang dapat diakses secara terbuka oleh masyarakat.
Selain itu, KKP juga telah menetapkan satu lokasi kapal tenggelam masa Perang Dunia II milik Australia di Teluk Banten sebagai Kawasan Konservasi Maritim (KKM) yang dapat diakses secara bertanggungjawab oleh wisatawan yang ingin menyelam di lokasi bersejarah.
Sementara itu, Direktur Jasa Kelautan Miftahul Huda menjelaskan BMKT adalah sumber daya kelautan yang memiliki nilai ekonomi, sejarah, budaya dan/atau ilmu pengetahuan yang berada di dasar laut. Selain memiliki nilai unik yaitu ekonomi, sejarah dan pengetahuan, pemanfaatannya juga perlu diukur. Cakupan pengelolaan BMKT meliputi muatan kapal, kapal dan lokasinya.
“Lebih dari 900 titik kapal dan BMKT tercatat dalam PP Nomor 32 Tahun 2019 tentang Tata Ruang Laut, 463 titik diduga bernilai sejarah. Dua puluh lima persen telah disurvei dan tiga persen telah diangkat. Sekitar 15-30 lokasi BMKT dan kapal tenggelam berpotensi sebagai atraksi wisata selam,” ujar Huda.
Kepala Loka Riset Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir (LRSDKP) Bungus, Nia Naelul Hasanah Ridwan salah satu pembicara dalam webinar tersebut menerangkan bahwa pariwisata bahari merupakan segmen pariwisata terbesar, terutama untuk negara dengan pesisir dan pulau-pulau kecil yang mengandalkan ekosistem laut yang sehat, karenanya pengembangan pariwisata harus menjadi bagian dari pengelolaan wilayah pesisir terpadu untuk membantu melestarikan ekosistem yang rapuh dan berfungsi sebagai wahana untuk mempromosikan ekonomi biru.
Pengenalan BMKT sebagai salah satu sumber daya kelautan dan sejarah kemaritiman dilakukan sejalan dengan kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono untuk mengelola sumber daya laut secara bijak dengan tetap memperhatikan aspek keberlanjutan dan ekonomi. (DAF/rilis)
Comments are closed.