Refleksi Akhir Tahun 2020, NU Soroti Merebaknya Intoleransi yang Mengacam Ideologi Bangsa


BusinessNews IndonesiaSebagai organisasi masyarakat terbesar di Indonesia, NU melalui Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)-nya merasa perlu menyampaikan pemikiran (reflesi)-nya sekaitan dengan kebangsaan yang sepanjang tahun 2020 ini sikap intoleransi masyarakat Indonesia terus merebak dan cenderung tumbuh.

Walau begitu, PBNU merasa perlu mengucapkan terimakasih kepada pemerintah dan masyarakat yang tak henti-hentinya bersama-sama mencoba memerangi intoleransi, terlebih yang mengarah pada terancamnya keutuhan bangsa. Intoleransi yang berakar pada pemahaman yang bersebrangan dengan Pancasila sebagai Ideologi Bangsa.

“Kami mengepresiasi dan menyampaikan  terima kasih kepada semua pihak, baik masyarakat maupun pemerintah, yang selalu setia menjaga dan merawat keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai mu’âhadah wathaniyyah (konsensus nasional) berdasarkan Pancasila, yang merupakan pengikat (kalimatun sawa’) seluruh komponen bangsa yang ber-Bhineka Tunggal Ika,” ujarnya Ketum PBNU Prof. KH. Said Aqiel Siradj, sebagaimana keterangan resminya yang diterima businessnews.co.id di Jakarta (29/12/2020).

Berkenaan dengan itu, Indonesia yang memiliki jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, sudah sepantasnya semakin konsisten menjaga ideologinya di tengah dunia yang semakin dinamis. Juga harus mengencangkan ikatan tali persaudaran sesama umat Islam (ukhuwwah Islâmiyyah), sesama warga bangsa (ukhuwwah wathaniyyah), dan sesama warga dunia sebagai sesama manusia (ukhuwwah insâniyyah).

Sebab di tahun tahun 2020 ini, kita ujar Said Aqiel Siradj, menyaksikan intoleransi yang masih merebak, bahkan cenderung meningkat.

Maka dari itu, PBNU mengajak seluruh masyarakat untu terus mengingat kembali kepada jati diri bangsa yang menghargai kemajemukan, pluralitas, serta heterogenitas yang dirumuskan dalam sebuah konsensus agung bernama Pancasila yang dibangun di atas bingkai Bhineka Tunggal Ika.

“Perbedaan harus menjadi energi untuk memproduksi kekuatan kolektif sebagai sebuah bangsa, bukan dijadikan sebagai benih untuk menumbuhkan perpecahan. Kebinekaan harus menjadi kekuatan bangsa. Kebinekaan tidak boleh menjadi anasir destruktif yang memberi konstribusi bagi rusaknya persatuan dan kesatuan bangsa,” katanya.

Lebih lanjut, PBNU mengatakan kalau demokrasi sebagai sistem untuk mewujudkan kesejahteraan publik itu masih memiliki potensi dibajak oleh gerakan apa pun, baik oleh gerakan fundamentalisme agama dan ideologi mau pun fundamentalisme pasar. Kebebasan sebagai bagian watak demokrasi telah memberi panggung kepada kelompok radikal mengekspresikan pikiran dan gerakannya yang berpotensi merongrong NKRI melalui berbagai provokasi permusuhan dan juga terorisme.

Pada momentum revolusi 4.0 ini, iklim demokrasi salah satunya bertumpu pada digitasliasi. Ekspresi demokrasi dan politik diungkapkan melalui kanal-kanal media sosial. Dunia maya berkembang sangat pesat, termasuk dalam konteks penyebaran isu politik, sosial, keagamaan serta isu lainnya.

“Maka dari itu, perlu adanya upaya yang lebih ekstensif dan intensif dalam membangun narasi-narasi positif dalam wujud konten yang kreatif, sehingga penyebaran berita bohong, fitnah, polarisasi, dan radikalisme yang selama ini teresonansi gerakannya melalui media sosial bisa diatasi dengan baik,” pungkasnya. ed.AS/businessnews.co.id).

Baca Juga: Teks Lengkap Refleksi dan Taushiyah Kebangsaan NU Tahun 2020 Jelang Memasuki 2021

Baca Juga: Pelni Catat Kenaikan Penumpang Selama Periode Libur Natal

Comments are closed.