Kunci Transformasi Human Capital SIG

Wawancara Direktur Human Capital dan Legal SIG Tina T. Kemala Intan

Akhir November lalu, Semen Indonesia Group (SIG) berhasil menyabet tiga penghargaan di ajang bergengsi Digital Marketing & Human Capital (DMHC) Award 2020. Tiga penghargaan itu berupa The Best Overall for Corporate in Digital Marketing & Human Capital, The Best Chief Marketing Officer, dan The Best Chief Human Capital Officer. Ketiga penghargaan ini merupakan hasil kinerja dan bukti kompaknya seluruh pihak yang ada dalam Semen Indonesia Group.

Tentu salah satu yang berkontribusi atas kompaknya kinerja SIG adalah Human Resources & Legal Director, Tina T. Kemala Intan. Ia merupakan sosok yang berhasil membawa SIG meraih penghargaan di bidang Human Capital di tengah pandemi Covid-19. Kali ini, ia membongkar kunci sukses transformasi kepada tim redaksi BusinessNews Indonesia.

Selamat Bu atas penghargaan yang diraih, tentu peghargaan ini berkaitan dengan visi misi dan culture SIG. Apa sebenarnya visi misi dan culture human capital yang dibangun?

Kalau culture yang berbasis core values dan sifatnya umum, seluruh perusahaan di bawah naungan Kementerian BUMN memiliki culture yang sama yakni AKHLAK. Karena dalam konsep satu induk harus memiliki culture yang sama. Sementara khusus untuk memberikan inovasi human capital, SIG tengah membangun performance based culture. Budaya iniuntuk lebih mengapresiasi kinerja para karyawan, bukan seperti konsep lama yang mengedepankan masa kerja.

Karena yang menjadi tolak ukur adalah Performance based culture yang merujuk pada kinerja, maka seluruh total earning-nya juga merujuk ke sana, baik cash, benefit, maupun peluang kariernya itu berkaitan dengan kinerja.

Kinerja itu juga dilihat dari pendidikan formal atau bagaimana Bu?

Kami mendahulukan kompetensi para karyawan bukan pendidikan formalnya. Kecuali memang posisi yang mandatory seperti dokter, teknisi elektronik atau lainnya yang memang harus sesuai dengan pendidikan formalnya. Kompetensi itu kan tidakharus berpendidikan formal, bisa didapatkan juga melalui pelatihan, sertifikasi yang kemudian dikembangkan mandiri.  Misalnya yang mengedepankan kompetensi ini kan di SDM, di sini tidak harus orang yang memiliki background psikologi, karena ada juga yang dari insinyur namun berkompetensi.

Selain itu, karena pendidikan formal biasanyahanya pada tataran pengetahuan, sementara kompetensi berbasis pengalaman dan bisa disebut expert di bidang tertentu. Itulah yang kita bangun, yakni merubah mindset bahwa perusahaan lebih mengutamakan kinerjanya.

“Untuk memberikan inovasi human capital, SIG tengah membangun performance based culture. Budaya iniuntuk lebih mengapresiasi kinerja para karyawan, bukan seperti konsep lama yang mengedepankan masa kerja”

Proses untuk menuju karyawan yang lebih baik itu bagaimana menurut Ibu?

Perusahaan saat ini sedang melakukan human capital transformation. Dalam transformasi ini perlu melakukan perubahan secara besar, strategis, dan cepat, bukan perubahan perlahan-lahan. Sehingga yang dibutuhkan adalah perubahan mindset dari orientasi masa kerja ke performance based. Kemudian kita menggunakan digital management-nya dengan aplikasi. Karena yang kita kelola tidak hanya di holding, melainkan semuanya. Maka sosialisasi ini dilakukan secara serentak.

Kemudian dalam penilaian kinerjanya itu kita mempertahankan sistem kalibrasi. Mungkin one day one time kalau sudah mature sistemnya, bisa otomatis ternilai sendiri. Tapi saat ini masih kita atur by system dengan distribusi normal. Misalnya high performance itu kita atur batasan-batasannya. Jadi kalau ada yang mendaftar untuk meningkatkan peluang karier akan mudah untuk mengelompokkannya.

Semen Indonesia mengimplementasikan Performance Coaching, jadi setiap leader wajib memberikan coaching dan feedback. Itu pun didokumentasikan dalam aplikasi. Kalau para leader tidak melakukan coaching tapi mengklaim kinerja anak buahnya tidak bagus, dan ternyata kita tracing dia tidak pernah melakukan coaching berarti masalahnya di leader. Itulah culture yang sudah kita bangun.

Bagaimana Ibu mensosialisasikan inovasi dan perubahan mindset ini di tengah pandemi?

Saat pandemi ini justru kami rutin menyelenggarakan sosialisasi karena mudah dengan video conference. Jadi siapapun bisa ikut. Terlebih sosialisasi seperti ini sangat efektif, karena kita record dan masukkan dalam aplikasi Learning Management System (LMS). Karena sudah direkam, maka karyawan yang sedang berhalangan pun bisa membukanya lagi.

Itu untuk seluruh karyawan atau khusus divisi SDM saja Bu?

Seluruhnya, namun yang terpenting itu kan para leader SDM yang ada di setiap anak perusahaan. Saya juga menchallenge para leader, bisa tidak mereka menghandel koordinasi timnya? Karena kan tidak mungkin dipegang holding semuanya. Tapi kita sangat siap membantu seluruh divisi untuk melakukan coaching, dan kapabilitas unit kerja dan anak perusahaan. Jadi dari bawah bisa meminta ke atas untuk  melakukan pemberdayaan. Tapi untuk komitmen kita bersifat top down. Kita jelaskan segala macam tools-nya kita memberikan bimbingan dan meng-guide mereka.

Menarik, kalau penerapan Performance based culture di pandemi ini bagaimana bu?

Sebenarnya kita baru terapkan saat pandemi, bisa disebut ini tahun pembelajaran. Jadi kita masih terus memberikan pendampingan.

Kalau sebelum pandemi Bu, apakah video conference juga sudah diselenggarakan?

Iya, kita justru sudah terbiasa karena tempat kita kan saling berjauhan. Bahkan di human capital sudah pernah kita challenge untuk video conference secara mandiri, dari pada bermacet-macetan di jalanan saat pagi. Tapi akhirnya lebih serentak terwujud saat pandemi ini. Selain itu, saat pandemi justru banyak sekali target-target yang berhasil kita selesaikan.

Tadi kan pengembangan SDM ya Bu, apakah itu juga disesuaikan dengan inisiatif perusahaan?

Betul, karena Semen Indonesia ini kan memiliki semangat Go Beyond Next yang artinya menjadi perusahaan yang terus mengalami transformasi. Untuk membangun kondisi kehidupan yang berkelanjutan bagi generasi mendatang, SIG akan bertindak beda dan selalu melebihi jangkauan.

Karena spirit ini maka DNA-nya itu kan juga beda, SDM harus bisa memenuhi kebutuhan core business. Jadi misalnya kita hendak  menangani bisnis baru dan ternyata membutuhkan tenaga baru juga tidak apa-apa, karena kalau membangun dari dalam kan perlu waktu yang lama. Bisa juga kita mix, kita membangun dari dalam juga mengambil posisi kunci dari luar.

Semangat Go Beyond Next ini kan melibatkan semuanya, jadi melibatkan perancang bisnisnya, bagian IT, marketing dan SDM juga berjalan bersama. Oh iya, selain berbasis performance based culture, kita juga menerapkan cost leadership untuk efisiensi kerja dan produksi. Maka, pekerjaan yang bisa disentralisasi oleh holding akan dikerjakannya, sedangkan anak perusahaan bisa fokus pada produksi. Jadi, peta peran holding dan anak perusahaan kita atur mana yang lebih efisien. Selain itu, saat ini kita lebih mengedepankan pendekatan shared services. Jadi layanan itu dari satu pintu dengan tujuan untuk efisiensi business process.

“SIG menjadi perusahaan yang terus mengalami transformasi. Untuk membangun kondisi kehidupan yang berkelanjutan bagi generasi mendatang, SIG akan bertindak beda dan selalu melebihi jangkauan”

Misi tahun 2024 kan menjadi leading building material solutions provider in the region, bagaimana itu Bu tahapanya?

Iya betul, awalnya masyarakat kita ini tahunya Semen Indonesia itu pabrik semen, padahal bukan hanya itu. Kami juga menyiapkan berbagai bahan bangunan atau building material solutions. Kita  telah banyak meproduksi bahan bangunan yang tidak melulu semen itu, seperti dinding lempengan, berbagai macam beton, atau lainnya.

Misalnya lagi sekarang ada platform digital SobatBangun dan AksesToko, ini akan memudahkan siapapun yang ingin membangun atau merenovasi hunian. Di sana terdapat banyak pilihan desain gambar karya arsitek pilihan, bisa juga konsultasi di sana. Kami juga menyediakan toko digital, jadi customer bisa sekalian belanja material di sana.

Berarti sekarang SDM-nya itu tidak hanya orang yang kompeten untuk memproduksi semen saja ya Bu?

Iya betul, sekarang bahkan kita ada program waste management.  Contohnya sampah kota, sampah industri kita olah menjadi energi. Ke depan pengoperasiannya bisa lebih hemat karena dioperasikan sendiri. Di Narogong dan Cilacap misalnya sudah kita terapkan waste management untuk penghematan dan ramah lingkungan.

Energi ini termasuk inovasi baru, selama ini kan kita menggunakan bahan bakar batubara, maka ini menjadi salah satu inovasi energi dengan pengolahan limbah yang berkelanjutan. Selain itu, bekas tambang semen juga kita lakukan penghijauan. Kita menganggap penghijauan ini sesuatu yang penting. Misalnya kita menanamkan lagi pohon jati melalui kerja sama dengan Perhutani, agar tetap sustainable lingkungannya (reklamasi tambang).

Sangat setuju dengan ide pelestarian lingkungan itu Bu. Oh iya, Ini kan banyak banget karyawannya, bagaimana untuk memantau itu?

Kita menggunakan aplikasi human resources information system namanya Sinta. Kita sudah launching 2021 ini. Jadi seluruh keperluan administratif, karyawan hanya mengeklik saja. Ini juga inovasi  paperless. Dari sini juga terlihat performa karyawan, yakni cukup melalui smartphone kita bisa memantau kinerjanya.

Selain itu, 60 persen karyawan di SIG ini milenial. Mereka tanggap teknologi dan siap membantu karyawan lain untuk mengoperasikan aplikasi human resources information system itu melalui laptop atau smartphone.

Ini kan nampaknya perubahan SIG semakin cepat, dari product oriented ke service oriented ya Bu?

Iya betul, SIG saat ini tidak hanya fokus product oriented namun juga service oriented. Maka, transformasi SIG semakin menyentuh ruang-ruang produksi yang lebih luas. Seperti yang tadi saya sebut, kini SIG tidak hanya memproduksi semen namun juga berbagai material pembangunan dan memfasilitasi perancangan desain melalui platform digital.

Oh iya, gaya leadership dalam memimpin Human Capital SIG ini bagaimana Bu?

Di balik ragam inovasi dan transformasi ini, saya melakukan pendekatan yang bisa masuk di berbagai kalangan, termasuk juga di serikat pekerja. Bagi saya, Human Resources & Legal Director itu adalah posisi yang harus berhasil merangkul semua, bukan hanya memantau dari jauh layaknya di menara gading. Selain itu, serikat SIG juga mendukung kolaborasi transformasi, sehingga memudahkan kami untuk maju bersama.

Penulis: Zainal Abidin

Comments are closed.