NCC 2024

Bank Indonesia Disebut Perlu Cermati Risiko Taper Tantrum

Jakarta, BusinessNews Indonesia – Sejumlah pihak mengingatkan Bank Indonesia agar memperhatikan momentum yang tepat untuk mengetatkan kebijakan moneter dalam menghadapi risiko taper tantrum.

Pemulihan ekonomi di Amerika Serikat (AS) yang diperkirakan terjadi lebih cepat akan mendorong The Fed melakukan tapering off.

Akibatnya, hal ini akan berpotensi mendorong keluarnya aliran modal asing dari emerging market, termasuk Indonesia. Nantinya, hal ini akan berdampak pada stabilitas nilai tukar rupiah.

Dikutip dari Bisnis (17/6), Bhima Yudhistira, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) turut berpendapat mengenai hal ini. Menurutnya, ketika taper tantrum diasumsikan seperti krisis pada 2013, maka rupiah berpotensi melemah hingga 26 persen terhadap dolar AS.

Baca juga: OJK Catat Nilai Restrukturisasi Kredit di bawah Rp 800 Triliun

Maka dari itu, kata dia, cadangan devisa Indonesia perlu diperkuat dalam menghadapi taper tantrum. Penguatan terutama yang berasal dari devisa ekspor dan aliran investasi asing langsung (foreign direct investmen/FDI).

“Bisa saja di-support lewat penerbitan surat utang pemerintah. Tapi itu pun berisiko menimbulkan capital reversal ketika investor asing mengurangi kepemilikan aset di negara berkembang.” Ungkapnya, dikutip dari Bisnis (17/6).

Selain itu, pemerintah juga disebutnya perlu menggenjot ekspor dengan memanfaatkan momentum pemulihan permintaan global dan naiknya berbagai harga komoditas.

“Ini jangan lewat begitu saja, harus genjot pasar-pasar potensial.” imbuhnya.

Di sisi lain, menurutnya saat ini merupakan saat yang tepat untuk mendorong FDI sejalan dengan bunga pinjaman yang sedang rendah.

Dia juga menuturkan bahwa dalam menghadapi taper tantrum dibutuhkan kebijakan yang komprehensif, tidak hanya dari sisi moneter. Kebijakan juga harus didukung dari sisi fiskal dan kementerian terkait.

Baca juga: OJK Percepat Vaksinasi Industri Jasa Keuangan

“Kedua motor utama yang bisa memperkuat fundamental ekonomi tentu bukan hanya kerja kebijakan extraordinary di sisi moneter. M elainkan lintas sektoral khususnya fiskal, serta kementerian teknis terkait perdagangan dan investasi.” pungkasnya.  (W/ZA)

Comments are closed.