NCC 2024

BI Naikkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global

Jakarta, BusinessNews Indonesia Bank Indonesia menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global pada tahun ini. Semula,  Bank Indonesia memproyeksikan ekonomi global akan tumbuh 5,7 persen, kini proyeksi itu dinaikkan menjadi 5,8 persen.

Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia, menuturkan bahwa salah satu faktor yang membuat perekonomian global  membaik adalah kinerja perdagangan internasional yang mulai pulih.

“Volume perdagangan dan harga komoditas dunia juga diperkirakan lebih tinggi. Sehingga mendukung perbaikan kinerja ekspor negara berkembang, termasuk Indonesia.” kata dia.

Proyeksi itu, kata dia, turut didorong kenaikan pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat (AS) dan Kawasan Eropa. Hal itu terjadi seiring percepatan vaksinasi serta berlanjutnya stimulus fiskal dan moneter. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Negeri Tirai Bambu, Cina, juga tetap tinggi.

Baca juga: Melesat! PNM Salurkan Pembiayaan Hingga Rp 22,8 Triliun di Semester I 2021

Di sisi lain, prospek ekonomi India dan ASEAN kemungkinan akan lebih rendah. Hal ini terjadi akibat penerapan pembatasan mobilitas demi menekan peningkatan kasus Covid-19.

Meski demikian, ia mengungkapkan bahwa ketidakpastian pasar keuangan global diperkirakan meningkat. Hal ini terjadi karena kekhawatiran pasar terhadap peningkatan Covid-19 dan dampaknya terhadap prospek ekonomi dunia. Selain itu, turut juga dipengaruhi aksi antisipasi rencana kebijakan pengurangan stimulus moneter atau tapering Bank Sentral AS, The Fed.

Nantinya, kata Perry, hal itu akan mendorong pengalihan aliran modal pada aset keuangan yang dianggap aman. Tentunya, hal tersebut akan mengakibatkan terbatasnya aliran modal dan tekanan nilai tukar pada negara berkembang, termasuk Indonesia.

Hal itu turut membuat nilai tukar rupiah pada 21 Juli 2021 melemah 0,29 persen secara point to poin. Sedangkan, secara rata-rata melemah 1,14 persen dibandingkan dengan level akhir Juni 2021.

“Dengan perkembangan tersebut, rupiah sampai dengan 21 Juli 2021 mencatat depresiasi sekitar 3,39 persen dibandingkan dengan level akhir 2020. Relatif lebih rendah dibandingkan depresiasi dari mata uang sejumlah negara berkembang lainnya, seperti Filipina, Malaysia dan Thailand”. pungkasnya. (W/ZA)

Comments are closed.