NCC 2024

Media Digital Terhadap Budaya dan Karakter Bangsa

Jakarta, Businessnews IndonesiaDari sudut pandang Stereotipe tentang rekonstruksi Media sosial, Media sosial merupakan salah satu wujud perkembangan peradaban teknologi serta ilmu pengetahuan dalam aspek komunikasi. Dalam memanfaatkan media sosial, kita tak perlu keahlian khusus dalam penggunaannya sebab itu bisa dengan mudah dilakukan (user friendly). Nyaris semua khalayak menjadi pemakai dari berbagai platform dari media sosial yang terus menerus hadir dan memiliki keunggulan. Dewasa kini, media sosial digunakan banyak kalangan muda untuk terus berkompetitif , membentuk identitas diri remaja yang selalu “Up to date” dengan menjadi pengguna yang aktif di sosial media dengan check in place di area yang sering kita dengar high class, mengabadikan berbagai momen dengan sahabat, genre music, buku dan mungkin film yang lagi marak dikalangan anak-anak muda.

Berdasarkan prespektif Schutz yang dikutip dalam buku Fenomenologi: metode penelitian komunikasi: konsepsi, pedoman, dan contoh penelitiannya. Menyebutkan, tindakan sosial dapat di mengerti apabila penafsiran dipakai untuk memperjelas atau memeriksa makna sebenarnya, sehingga dapat menyajikan konsep kepekaan implisit. Proses pemahaman kita, serta  penyimpulan makna terhadapnya, mengakitbat kan pemaknaan terhadapnya, hasilnya terrefleksi dalam bentuk tingkah laku.

Hal itu mengakibatkan semua perilaku manusia pada dasarnya membentuk motif. Berbagai motif tersebut  menyajikan tujuan dan arah perilaku manusia. Berbicara tentang motif, Schutz juga membedahnya menjadi dua hal, yaitu: yang pertama, semua tindakan sosial adalah bentuk dari tindakan yang terorientasi pada tingkah laku manusia lain di masa lalu (because motif), dan yang kedua, tingkah laku manusia sekarang atau akan datang (in-order-to). Secara heterogen, masyarakat Indonesia juga pasti memiliki dan menggunakan media sosial sebagai salah satu alat untuk memperoleh dan menyebar luaskan apa yang ia dapat kepada khalayak.

Deru akulturasi budaya serta karakter yang terjadi pada masyarakat Indonesia ini memungkinkan berbagai problematika kebudayaan juga peradaban bangsa ini. Hal ini sudah semestinya menjadi tanggung jawab semua elemen baik pemangku kekuasaan, khalayak, kerabat dan pastinya seluruh generasi muda untuk mengambil peran agar permasalahan ini dapat di redam.

Resonansi dari media sosial sangat terasa dampaknya bagi kalangan anak-anak muda. Maka tak heran kita mendengar ada sebagian dari kita yang ketika bangun dari tidur, langsung mencari Handphone entah itu hanya melihat jam atau notifikasi chat yang saat kita tertidur. Ditambah lagi fenomena anak sekolah dasar yang sudah dijajaki dengan Handphone oleh orang tuanya. Itu juga sangat memberikan dampak yang signifikan terkait perkembangan jati diri cikal bakal anak muda Indonesia.

Seperti yang kita tahu, Media digital tak bisa kita bending. Bagaimana pun caranya, akan terasa sulit bagi orangtua untuk membatasi anaknya dalam menggunakan gadget. Sungguh hal yang lumrah terjadi apabila semakin dibatasi dan dilarang, maka anak akan semakin penasaran dan melakukan apa yang dilarang oleh orangtuanya. Perubahan yang terjadi dalam hubungan sosial (social reletionships) atau sebagai transformasi terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial dan segala bentuk transisi pada lembaga-lembaga kemasyarakatan yang terdapat pada masyarakat, yang merajai nilai-nilai, sikap serta pola laku pada khalayak.

Transisi sosial yang positif nya seperti kemudahan dalam medapatkan serta menyebarkan informasi, meraup keuntungan secara ekomoni dan juga sosial. Jika tansisi sosial yang negatif semisal, hadirnya sekelompok oknum yang menjual nama agama, suku, dan juga perilaku yang terkadang cenderung penyimpangan  norma yang sudah ada. Apalagi dalam buku Jejaring Sosial Dan Dampak Bagi Penggunanya, Fenomena sosial media yang terjadi saat ini mereka rela membuang waktunya hanya untuk bermain game online dan internet.

Kalau kita berbicara tenteng Budaya, ya budaya itu bukan hanya sesuatu yang kuno dan tradisional. Budaya adalah sesuatu yang organik. Setiap lagu baru, pakaian jenis baru, film baru, cerita yang baru, semua itu adalah hasil dari budaya maupun budaya yang sudah teralkuturasi. Budaya itu hidup dan terus berkembang. Sebagaimana kita ketahui, kebudayaan Indonesia terbentang dari Sabang sampai Marauke. Memiliki puluhan warisan kebudayaan yang kaya akan seni. Bahkan banyak negara lain yang kagum dan ingin mengklaim budaya Indonesia sebagai budaya mereka. Tentunya itu menjadi hal yang baik bagi bangsa kita, tapi satu sisi itu bisa jadi alaram bagi kita untuk terus melestarikan dan merawat budaya kita sendiri.

Diawal sudah Dikatakan, bahwa budaya bangsa Indonesia hari ini sudah tak terlihat pada jati diri para anak mudanya, itu tak lepas akibat dampak hadir nya media digital yang berkembang pesat, tak terbendung oleh waktu. Wajar saja hari ini banyak kita temukan banyak sekali sebagian dari kita lebih mencintai bahkan menerapkan budaya asing dengan bangganya. Kalau jadi hindu jangan jadi orang India, kalau jadi orang islam jangan jadi orang Arab, kalau kristen jangan jadi orang yahudi, tetaplah jadi orang nusantara dengan adat-budaya nusantara yang kaya raya ini, begitu lah kata Bung Karno si bapak Proklamator kita.

Mungkin kalimat itu seperti guyon, tapi faktanya hari ini, itu semua terjadi. Westerniasi yang menyerbu dan merabat di kalangan anak muda pun sudah terjadi, tak banyak generasi anak muda Indonesia yang lebih bangga terhadap budaya luar dan bahkan dampaknya banyak yang merasa malu untuk mempraktekan budaya nusantara itu sendiri dalam kehidupan sehari-hari nya. Apalagi budaya Korea yang semakin hari semakin jadi, saya bukannya anti dengan budaya luar, hal lumrah kita melakukan dan menyukai itu. Tapi, apakah kita harus menyembah dan eluh eluhkan budaya mereka? harunya jawaban nya adalah tidak. Karena banyak orang barat yang juga sangat menyukai budaya Indonesia, makanan, film, lagu, bahkan orang-orang Indonesia.

Tak perlu dijabarkan lagi menurut saya, semestinya itu yang harus kita pertahankan dan kembangkan menjadi budaya nusantara yang modern tapi tak lupa jati dirinya. Jika kita lebih mengkaji, memang kita sekarang ini tak lagi ada di zaman kuno dan statis. Namun sekarang ini, kita sedang berada di fase kehidupan yang adaptif, yang terus akan bergerak mengikuti perkembangan zaman. Tetapi nampaknya, akibat hal ini lah tanpa kita sadari sebenarnya kita semua didungukan, yang jika kita biarkan berlarut tentu hal ini dapat membunuh karakter budaya kita sendiri. Terlebih lagi karena mentak generasi muda Indonesia saat ini yang dengan gampangnya menelan kebudayaan asing mentah-mentah meski terkadang tamadun tersebut tak sesuai dengan nilai-nilai budaya kita. Karena sejatinya bangsa Indonesia tidak tersusun dari batas peta, tapi gerak dan peran besar kaum muda.

Dewas kini, memang keberagaman budaya yang ada ditanah ibu pertiwi ini begitu banyak. Tapi jangan kita lupa akan banyaknya tragedi yang datang dari internal bangsa kita sendiri, semisal perseteruan antar suku, ras dan adat istiadat. Keberagaman adalah suatu hal dimana masyarakat Indonesia yang terdapat nanyak perbedaan didalam berbagai aspek. Mungkin karena memang negara ini adalah negara yang multikultur dalam suku, ras dan agama. Sebabnya bisa jadi karena kondiri bangsa Indonesia yang di isi dengan banyak pulau dan keadaan ini terkadang membelenggu hubungan antar sesama masyarakat, yang dimana setiap pulau mengembangkan dan menganut budaya masing-masing sesuai dengan kultur yang ada di sekitar lingkungannya. Yang kedua, pemenerimaan penduduk terhadap alterasi budaya yang datang dari luar. Sebagian masyarakat ada yang mudah menerima, namun ada juga yang tak mampu atau tidak bisa menerima budaya orang lainAda masyarakat yang mudah menerima orang atau budaya lain. Namun ada juga sebagian masyarakat yang belum bisa atau tetap mempertahankan budayanya sendiri.

Sebenarnya menurut sebagian pakar budaya, Penduduk Indomesia ini perlu adanya upaya deradikalisasi yang bisa menurunkan paham atau kelompok radikal yang bisa membahayakan Indonesia. Deradikalisasi merupakan sebuah usaha untuk meredam paham radikal dari kecenderungan memaksa kehendak, keingingan untuk menghakimi orang lain yang berbeda paham serta terus berusaha dalam mengupayakan segala cara agar keinginan mereka terwujud bahkan cenderung bersifat ekslusif.

Dalam merealisasikan deradikalisasi ini, menurut saya kita dapat melakukan tiga cara, pertama dengan upaya formal, yaitu dengan dilakukannya melalui instansi pendidikan dalam menanamkan akar paham moderat sebagai warga negara. Mengingat pendidikan sendiri memegang peran sentral dalam memupuk karakter para generasi muda. Cara kedua, kita bisa dengan cara yang non-formal, semisal kita dapat memulai dari lingkungan sekitar. Dimana setiap warga dituntut untuk reaktif dalam merespon isu sosial, tidak acuh, dan berperan aktif dalam memberikan solusi dalam problematika kemasyarakatan.

Terakhir, dengan cara informal. Yang mana ini bisa diterapkan mulai dari lingkup terkecil seperti keluarga. Sebabnya, kita sebagai kaum akademisi apalagi kita sebagai mahasiswa yang mempunyai Tri Dharma Perguruan Tinggi dituntut untuk turut memecahkan masalah yang kompleks ini agar masyarakat Indonesia bisa menjunjung sikap saling menghargai keberagaman yang ada di tanah ibu pertiwi. Itu semua hanya bertujuan agar keutuhan bangsa dan negara kita terus tetap utuh dan kokoh.

Mungkin terakhir yang ingin saya kilas dari awal tulisan ini. Dimana kita yang hidup ditengah perkembangan zaman yang pesat dengan media digital yang terus berkembang, kita sebagai generasi muda harus lebih mawas diri dalam menggunakan media digital. Entah itu dalam mencari keabsahan sajian informasi yang kita dapat dari media digital.  Karena ada pepatah yang mengatakan Jarimu Harimau mu, kira-kira seperti itu. Seyogyanya Media sosial berawal dari pikiran, lalu jari-jari adalah penentu paling akhir. Budaya suatu bangsa, bisa terlihat dari kalimat dan konten yang diunggah oleh seseorang. 

Oleh: Farid Abdullah Lubis 

Comments are closed.