NCC 2024

Soal Penyesuaian Suku Bunga Acuan, BI: Tergantung Inflasi Inti

Jakarta, Businessnews.co.idKebijakan Hawkish yang dilakukan bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve atau The Fed membuat pasar menanti apakah Bank Indonesia selaku bank sentral turut menyesuaikan suku bunga acuannya.

Perlu diketahui, BI pada Rapat Dewan Gubernur Juni lalu masih mempertahankan suku bunga BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,50 persen. Level itu sudah dipertahankan BI sejak Februari 2021.

Padahal The Fed pada pertengahan Juni lalu sudah menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin (bps) menjadi di kisaran 1,5 persen sampai dengan 1,75 persen. Begitu pula Bank Sentral Swiss (SNB) yang menaikkan suku bunga 50 bps menjadi minus 0,25 persen.

Sementara Bank Sentral Inggris juga sudah menaikkan suku bunga acuannya menjadi 1,25 persen alias yang tertinggi sejak krisis keuangan global tahun 2009.

Terkait apakah BI akan merespon kebijakan bank sentral lainnya tersebut dengan penyesuaian suku bunga acuan, Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Juda Agung mengatakan BI siap menyesuaikan suku bunga acuan jika ada tanda-tanda inflasi inti yang terdeteksi lebih tinggi, sehingga akan tetap mewaspadai tekanan inflasi dan dampaknya terhadap ekspektasi inflasi.

“Dalam kebijakan moneter, Rapat Dewan Gubernur BI sebelumnya telah memutuskan untuk mempertahankan kebijakan suku bunga acuan,” kata Juda dalam Kegiatan Sampingan G20 Indonesia 2022 bertajuk “Central Bank Policy Mix for Stability and Economic Recovery” di Nusa Dua, Badung, Bali, Rabu (13/7/2022) dikutip dari Antara.

Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) mulai meningkat, yang didorong oleh tekanan dari sisi penawaran sebagai akibat wajar dari kenaikan harga komoditas internasional. Namun, Inflasi inti tetap dalam target kisaran BI sebesar dua persen hingga empat persen.

Selain itu, ia mengatakan inflasi harga bergejolak juga meningkat, yang terutama dipengaruhi oleh kenaikan harga pangan global dan kendala sisi penawaran yang disebabkan oleh cuaca buruk.

Inflasi harga yang diatur pemerintah pun tetap tinggi, yang dipengaruhi oleh harga tiket pesawat dan energi.

Juda menjelaskan peningkatan inflasi memang terjadi di seluruh dunia, dengan harga pangan dan energi menyentuh rekor tertinggi, yang memukul standar hidup di seluruh dunia.

“Pengetatan kebijakan moneter yang agresif untuk mengatasi inflasi di beberapa negara maju ekonomi, telah memperketat kondisi keuangan global dan telah mendorong pasar volatilitas baru-baru ini, ” katanya.

Badan Pusat Statistik (BPS) telah mencatat inflasi pada Juni 2022 sebesar 0,61 persen secara month to mont (mtm). Sementara inflasi tahun kalender (year to date atau ytd) adalah 3,19 persen, sedangkan inflasi tahunan (year on year atau yoy) sebesar 4,35 persen.

Angka inflasi ini lebih tinggi dibandingkan Mei 2022 sebesar 3,55 persen, sekaligus jadi yang tertinggi sejak Juni 2017. Adapun inflasi inti mencapai 2,63 persen dan harga yang diatur pemerintah 5,33 persen, sedangkan inflasi bergejolak 10,3 persen.

Juda menekankan, BI terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah pusat dan daerah, serta instansi terkait melalui Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) untuk mengelola tekanan inflasi di sisi penawaran dan meningkatkan produksi.

Ke depan, otoritas moneter tersebut akan tetap membangun koordinasi kebijakan moneter dan fiskal dengan pemerintah untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan mendukung proses pemulihan ekonomi nasional.

Baca Juga: BI Kembali Pertahankan Suku Bunga Acuan di Level 3,5 Persen

Comments are closed.