Perhutani Bakal Bubarkan Anak Usaha BUMN yang Tak Hasilkan Laba!
BusinessNews Indonesia – Perum Perhutani berencana membubarkan anak usaha yang tak hasilkan laba. Tidak hanya itu, BUMN yang mengelola sumber daya hutan itu juga akan melebur atau merger anak usaha yang memiliki model bisnis serupa.
“Sebenarnya merger ini bagian dari aktivitas reorganisasi, bahwa saat ini banyak hambatan salah satunya pendapatan yang sangat kecil,” ucap Direktur Utama Perum Perhutani, Wahyu Kuncoro, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi IV DPR RI, Selasa (18/1).
Wahyu mengatakan saat ini hanya Inhutani I yang memiliki omzet mencapai Rp250 miliar. Sedangkan pendapatan anak usaha lainnya hanya mencapai Rp10 miliar.
Alasan merger pun diperkuat dengan pernyataan dari Menteri BUMN Erick Thohir yang menyebut perusahaan pelat merah dengan pendapatan di bawah Rp50 miliar akan ditutup atawa digabung.
“Inilah latar belakang mengapa merger dilakukan, kami juga berusaha melihat kesamaan nilainya. Ada beberapa anak perusahaan yang model bisnisnya sama,” imbuh Wahyu.
Ke depan, ia menjelaskan Inhutani I, II dan III akan digabung dan berfokus pada pengelolaan bisnis kayu.
Lalu, Inhutani V, IV, dan PT Perhutani Anugerah Kimia yang bergerak di pengolahan gondorukem dan terpentin (getah pohon pinus), dan pabrik sagu bakal digabung dan fokus untuk mengelola bisnis hasil hutan non kayu.
Tak hanya itu, PT Palawi Risorsis yang menangani usaha wisata akan tetap berdiri sendiri dan fokus terhadap pariwisata.
Sementara itu, PT Bakti Usaha Menanam Nusantara Hijau Lestari (BUMN HL) akan dilikuidasi atau dibubarkan.
Pasalnya, pendapatan dari perusahaan tersebut sangat kecil, dan model bisnisnya beririsan dengan Perhutani.
Sebagai informasi, Erick Thohir pernah menyebut akan membubarkan atau menjual anak dan cucu perusahaan pelat merah yang beromzet di bawah Rp50 miliar.
Alasannya, pertama, untuk bersih-bersih ‘kerajaan kecil’ anak dan cucu BUMN yang tidak menguntungkan, sehingga tidak menjadi benalu bagi induk perusahaan.
Kedua, Erick menyebut gemuknya BUMN membuat perusahaan menjadi tidak gesit dan sulit dikonsolidasikan.
“Jumlah BUMN terlalu banyak, akhirnya ketika terlalu banyak dikontrol pun sulit dan punya kerajaan-kerajaan kecil. Ketika dikonsolidasikan juga tidak mudah,” ungkapnya, Kamis (2/12) lalu. (TN)
Comments are closed.