Ranu Mihardja Tegaskan Pentingnya BJR bagi Direksi BUMN Profesional
Jakarta, businessnews.co.id — Ranu Mihardja, mantan Deputi PIPM KPK RI dan Kepala Kejaksaan Tinggi Bangka Belitung, menegaskan pentingnya perlindungan hukum terhadap pengambil keputusan di BUMN melalui penerapan Business Judgement Rule (BJR). Hal tersebut disampaikannya dalam Workshop GRC & BJR in UU BUMN 2025: Enabling Strategic Intelligence Through AI yang digelar Majalah BusinessNews Indonesia di The Tribrata Darmawangsa, Jakarta Selatan, Jumat (22/8).
Dalam paparannya, Ranu menjelaskan bahwa BJR adalah prinsip hukum yang memberikan perlindungan kepada direksi selama keputusan bisnis yang diambil dilakukan secara wajar, penuh itikad baik, dan tidak ada konflik kepentingan. Prinsip ini penting agar para direksi tidak ragu dalam mengambil keputusan strategis.
Ia juga mengingatkan bahwa direksi BUMN memiliki tanggung jawab fiduciary, yaitu kewajiban bertindak untuk kepentingan terbaik perusahaan. “Direksi wajib membuat keputusan secara hati-hati, berdasar informasi yang cukup, dan dengan niat baik, bukan sekadar menghindari risiko,” ujar Ranu di hadapan para peserta workshop.
Terkait Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), Ranu menyatakan bahwa prinsip BJR dapat menjadi pertimbangan penting dalam menilai ada atau tidaknya unsur pidana dalam keputusan bisnis yang menimbulkan kerugian negara. Selama unsur penyalahgunaan wewenang dan niat jahat tidak terbukti, direksi tidak semestinya dipidanakan.
Ia juga menyinggung soal kedudukan keuangan negara dalam konteks penyertaan modal negara (PMN) di BUMN atau BUMD. Menurutnya, status dana PMN yang sudah menjadi modal BUMN perlu dipahami sebagai kekayaan negara yang dipisahkan, bukan sebagai objek langsung dari keuangan negara.
“Ketika modal sudah disetorkan ke BUMN, maka mekanisme pengelolaannya tunduk pada hukum korporasi, bukan lagi sistem keuangan negara. Hal ini penting untuk membedakan ruang tanggung jawab pidana dan tanggung jawab bisnis,” jelasnya.
Paradigma pengelolaan dan pengawasan BUMN, lanjut Ranu, kini harus berubah dari pendekatan berbasis kontrol administratif ke arah penguatan tata kelola dan manajemen risiko. Penekanan pada sistem dan proses jauh lebih penting dibanding pendekatan yang hanya mencari kesalahan individu.
Dalam konteks itu, prinsip-prinsip BJR perlu dijabarkan secara lebih rinci, terutama dalam kebijakan internal perusahaan dan standar operasional prosedur (SOP). Hal ini agar direksi memahami secara tepat kapan tindakan mereka bisa dinilai profesional dan dilindungi oleh hukum.
Ranu juga membahas tentang risiko bisnis dan potensi kerugian dalam pengelolaan perusahaan negara. Ia menekankan bahwa kerugian bisnis tidak selalu identik dengan kerugian negara, selama proses pengambilan keputusannya dapat dipertanggungjawabkan secara rasional.
Sebagai penutup, Ranu Mihardja menegaskan bahwa para pengambil keputusan di BUMN harus berani bertindak strategis tanpa dilumpuhkan oleh ketakutan terhadap jeratan hukum, selama tindakan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan sesuai prinsip. “Dengan memahami batasan hukum dan menerapkan prinsip BJR secara konsisten, kita bisa mendorong BUMN menjadi entitas bisnis yang sehat, profesional, dan berdaya saing tinggi tanpa kehilangan integritas,” tutup Ranu di akhir sesi.
Comments are closed.