IFG Progress: Perempuan Indonesia Hadapi Tantangan Ganda dalam Akses dan Literasi Asuransi Kesehatan

BusinessNews Indonesia – Indonesia Financial Group (IFG) melalui lembaga risetnya, IFG Progress, merilis laporan terbaru bertajuk “Discovering Gender Gap in Indonesia’s Insurance Industry” yang mengungkap kesenjangan signifikan dalam kepemilikan dan pemanfaatan asuransi kesehatan antara laki-laki dan perempuan di Indonesia.

Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2023, perempuan menunjukkan tingkat kerentanan kesehatan yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki, dengan tingkat keluhan kesehatan dan angka kesakitan atau morbidity rate yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki, terutama di wilayah perdesaan. Ironisnya, di tengah kerentanan tersebut, akses perempuan terhadap perlindungan finansial melalui asuransi kesehatan masih tertinggal.

“Perempuan Indonesia, khususnya yang tidak bekerja atau berada di sektor informal, menghadapi tantangan dalam memperoleh perlindungan asuransi kesehatan, baik dari sisi akses maupun literasi,” ujar Rosi Melati, Research Associate IFG Progress.

Laporan menunjukkan bahwa meskipun kepemilikan asuransi publik seperti BPJS relatif tinggi di kalangan perempuan, hanya 2,9% yang memiliki asuransi kesehatan privat (kantor dan swasta). Bahkan, sekitar 26,3% perempuan tidak memiliki perlindungan asuransi kesehatan sama sekali.

Kepemilikan asuransi kesehatan di kalangan perempuan sangat dipengaruhi oleh faktor seperti pendidikan, usia, pendapatan, status pernikahan, jumlah anggota rumah tangga, lokasi tempat tinggal, literasi, penggunaan TIK, layanan keuangan, kebiasaan merokok, dan pengalaman kehamilan. Pengaruh faktor-faktor ini berbeda tergantung status pekerjaan dan sektor kerja perempuan. Tingkat literasi Asuransi yang rendah juga terpantau menghambat pemanfaatan asuransi kesehatan di kalangan perempuan. Sebagian besar perempuan yang tidak menggunakan asuransi kesehatan saat berobat menyatakan tidak tahu cara menggunakan asuransi atau mengalami kendala prosedural. Tingkat literasi yang rendah ini berdampak pada rendahnya pemanfaatan asuransi kesehatan.

Laporan ini juga menyoroti adanya kesenjangan intra-gender dalam kepemilikan asuransi kesehatan, yang dipengaruhi oleh status bekerja dan sektor pekerjaan. Dari total 37,5 juta perempuan yang tidak memiliki asuransi kesehatan. Sebanyak 67,46% adalah perempuan yang tidak bekerja, sementara 32,54% lainnya merupakan perempuan yang bekerja. Jika dilihat lebih lanjut berdasarkan sektor pekerjaan dari kelompok perempuan yang bekerja dan tidak memiliki asuransi kesehatan, ditemukan bahwa. Sebagian besar (91,33%) bekerja di sektor informal, dan hanya 8,67% yang bekerja di sektor formal.

Temuan ini menunjukkan bahwa perempuan yang bekerja di sektor informal, yang umumnya memiliki pendapatan tidak tetap dan keterbatasan akses terhadap program jaminan sosial merupakan kelompok yang paling rentan. Oleh karena itu, perlu adanya upaya inklusi proteksi yang lebih kuat untuk menjangkau perempuan dengan kondisi kerja yang tidak stabil dan berisiko tinggi secara ekonomi.

“Diperlukan kebijakan yang lebih inklusif, yang menargetkan perempuan tidak bekerja dan pekerja informal, peningkatan literasi asuransi, serta perancangan produk asuransi yang disesuaikan dengan kebutuhan kesehatan yang spesifik dengan kebutuhan perempuan,” sebut Ibrahim Kholilul Rohman, Senior Research Associate IFG Progress.

Mendorong Pemerataan Akses Perlindungan Kesehatan bagi Semua Perempuan

Adanya kesenjangan antar gender maupun intra-gender dalam kepemilikan asuransi kesehatan menunjukkan bahwa akses terhadap perlindungan finansial di sektor kesehatan belum sepenuhnya merata. Meskipun tingkat kepemilikan asuransi publik di kalangan perempuan relatif tinggi, proporsi perempuan yang memiliki asuransi privat (baik dari kantor maupun swasta) masih lebih rendah dibandingkan laki-laki.

Selain itu, kesenjangan juga terjadi di antara kelompok perempuan itu sendiri. Perempuan yang tidak bekerja atau bekerja di sektor informal memiliki tingkat kepemilikan asuransi kesehatan yang jauh lebih rendah dibandingkan mereka yang bekerja di sektor formal. Hal ini mencerminkan keterbatasan jangkauan sistem perlindungan sosial yang belum sepenuhnya mengakomodasi kelompok-kelompok rentan, khususnya perempuan di luar sektor formal.

Oleh karena itu, perluasan skema subsidi dan integrasi perlindungan sosial bagi pekerja informal serta perempuan yang tidak bekerja menjadi langkah strategis dalam memperkuat sistem jaminan kesehatan nasional. Selain itu, penguatan literasi asuransi berbasis komunitas dan digital, terutama di wilayah perdesaan, juga krusial untuk meningkatkan pemahaman dan partisipasi perempuan dalam program asuransi.

Sebagai holding BUMN di sektor asuransi dan penjaminan, IFG berkomitmen menghadirkan solusi keuangan yang fokus pada kebutuhan pelanggan (customer centricity), sekaligus mendorong inklusi dan perlindungan yang lebih merata bagi seluruh lapisan masyarakat.

Comments are closed.