Berhasil! Efisiensi Sektor Migas Pertamina Capai 7,45 Triliun
BusinessNews Indonesia– Direktur Pengembangan dan Produksi PT Pertamina Hulu Energi (PHE), Subholding Upstream Pertamina, Taufik Adityawarman mengungkapkan bahwa perseroan telah berhasil melakukan efisiensi biaya pada sektor hulu migas.
Hingga Oktober 2021, Pertamina telah melakukan efisiensi biaya di sektor hulu migas mencapai US$ 532 juta atau setara Rp 7,45 triliun (asumsi kurs Rp 14.000/US$).
Taufik menjelaskan bahwa efisiensi yang dilakukan oleh PHE pada 2021 tersebut telah melampaui target sebesar US$ 310 juta atau setara Rp 4,34 triliun.
“Hingga Oktober 2021, program Optimus (Optimaztion Upstream) telah membukukan efisiensi US$ 532 juta yang dihasilkan oleh semua unit bisnis yang berada di bawah naungan PHE,” jelas Taufik dalam keterangan resmi SKK Migas, dikutip Rabu (15/12).
Selain itu, Pertamina Hulu Energi memiliki delapan pilar dalam menjalankan operasionalnya, antara lain inovasi dan standardisasi, optimalisasi operasional, sinergy and borderless operation, organisasi yang lincah dan cepat beradaptasi terhadap perubahan, optimalisasi rantai suplai, perubahan filosofi bekerja, dan akurasi anggaran.
Sementara itu, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK) Migas bersama Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) atau produsen migas mengungkapkan berhasil mengidentifikasi dan menyetujui 248 inisiatif optimalisasi yang akan diterapkan pada 2022.
Baca Juga : Dirut Pertamina Masuk ‘Lagi’ Daftar Wanita Paling Berpengaruh Di Dunia!
Identifikasi inisiatif optimalisasi biaya tersebut didapatkan setelah SKK Migas dan KKKS melakukan pembahasan secara intensif di kegiatan focus group discussion (FGD) pekan lalu, 9-10 Desember 2021.
Deputi Perencanaan SKK Migas, Benny Lubiantara mengatakan, inisiatif ini sebagai salah satu upaya efisiensi dalam pengelolaan operasional hulu migas. Langkah ini juga merupakan untuk menjaga tingkat ekonomi dan meningkat nilai aset hulu migas di Tanah Air.
Benny menjelaskan, target 1 juta barel per hari (bph) minyak dan 12 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD) gas pada 2030 adalah masalah penyaluran atau produksi (deliverability), bukan ketersediaan (availability).
Menurut Benny, sumber daya migas sudah tersedia di dalam bumi, namun untuk dapat memproduksikannya diperlukan tingkat keekonomian yang memadai.
“Optimalisasi biaya dapat mempertahankan tingkat keekonomian dan meningkatkan nilai aset. 248 inisiatif optimalisasi biaya adalah upaya SKK Migas dan KKKS untuk menjaga tingkat daya saing dan keekonomian industri hulu migas,” jelas Benny, seperti dikutip dari keterangan resmi SKK Migas, Rabu (15/12/2021).
Baca Juga : Erupsi Semeru, Pertamina Grup Terus Salurkan Bantuan Kepada Korban Bencana
Disamping itu, terdapat tantangan optimalisasi biaya, di antaranya persaingan investasi kapital dan risiko keuangan yang makin meningkat. Sementara tekanan untuk mengurangi emisi karbon, mengharuskan industri hulu migas harus melakukan adaptasi.
Penerapan teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) dan Carbon Capture, Utilization and Storage (CCUS). CCS dan CCUS menurutnya menjadi keharusan yang berdampak pada peningkatan biaya.
“Terhadap potensi biaya yang akan meningkat sehubungan dengan adaptasi lingkungan industri hulu migas, maka optimalisasi biaya sudah merupakan keharusan, bukan lagi pilihan,” ungkap Benny. (TN)
Comments are closed.