NCC 2024

Dampak Pembelajaran Jarak Jauh di Sekolah 3T

BusinessNews Indonesia Program Kampus Mengajar merupakan bagian dari Program Kampus Merdeka, dimana mengajak mahasiswa seluruh Indonesia untuk mengajar di Sekolah Dasar (SD) yang terdapat di wilayah 3T (terdepan, tertinggal dan terluar). Program ini diadakan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Kegiatan yang dilakukan selama Program Kampus Mengajar antara lain yaitu membantu guru dalam meningkatkan literasi dan numerasi, membantu meningkatkan akreditasi sekolah, serta mengenalkan profil pelajar Pancasila pada siswa SD di wilayah 3T Indonesia. Pada pendaftaran Program Kampus Mengajar angkatan pertama, saya Dinda Ayu Lestari mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan yang berdomisili di Provinsi Lampung lebih tepatnya di Desa Rajabasa Lama, Kecamatan Labuhan Ratu, Kabupaten Lampung Timur mendapatkan penempatan di salah satu SD 3T.

Ketika pertama kali tiba di lokasi penempatan, jujur saya terkejut dengan akses jalan menuju sekolah yang harus melewati perkebunan dan sawah yang sepi. Untuk jarak antara sekolah ke pusat keramaian tidak terlalu jauh, hanya membutuhkan waktu kurang lebih 30 menit menggunakan motor. Namun saya merasakan sekolah tersebut sangat berbeda kondisinya dengan sekolah yang ada di sekitarnya.  Saya melihat kondisi fisik sekolah yang kurang layak untuk kegiatan belajar mengajar.  Fasilitas belajar, serta sarana dan prasarana seperti kamar mandi, mushola, perpustakaan, dan ruang kantor guru yang sudah rusak bahkan tidak layak digunakan. Bahkan, tenaga pendidik  hanya 8 orang, terdiri dari 2 diantaranya honorer dan 6 orang Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan jumlah seluruh siswa kurang lebih 50 orang. Ditambah lagi dengan kebijakan belajar di rumah/daring di daerah tersebut membuat kualitas pendidikan yang ada semakin rendah. Hal tersebut dikarenakan kurangnya pemahaman mengenai teknologi dari pihak guru dan siswa sehingga proses pembelajaran daring di sekolah 3T tidak berjalan lancar.

PJJ Memerlukan Adaptasi Semua Pihak

Seperti yang kita pahami pembelajaran jarak jauh (PJJ) menuntut siswa maupun guru untuk beradaptasi dengan perubahan proses pembelajaran. Guru harus mampu menyesuaikan diri dengan proses pembelajaran yang didesainnya. Banyak pilihan dan variasi media pembelajaran jarak jauh (PJJ), dari menggunakan media sosial atau bahkan aplikasi pembelajaran yang tersedia. Namun tidak semua daerah dapat menerapkan proses PJJ dengan maksimal, ada beberapa daerah dengan keterbatasan sarana dan prasarana serta jauh dari jangkauan internet akan sangat menyulitkan. Menjadi tantangan tersendiri bagi guru untuk menyesuaikan proses pembelajaran dengan kondisi yang ada di lapangan. Tidak hanya itu proses PJJ juga harus melibatkan peran orang tua sebagai mentor anak di rumah. Namun, dengan latar belakang orang tua siswa yang mayoritas tidak lulus bangku pendidikan dasar maka sulit untuk dapat membantu belajar anak-anaknya selama proses PJJ diterapkan. Hal hasil siswa tidak mendapatkan pelajaran yang maksimal seperti biasanya. Hal ini berdampak pada tidak berkembangnya kemampuan kognitif siswa. Dapat dijumpai di SD 3T tersebut siswa yang sudah duduk di bangku kelas 5 masih belum mampu membaca dengan lancar dan menulis dengan baik. Pun juga kurangnya pemahaman dasar tentang nilai-nilai nasionalisme.

Menurut saya kebijakan mengenai PJJ di daerah 3T perlu ditinjau kembali khususnya pada konteks pendidikan di daerah tersebut. Karena jika tetap seperti ini, maka anak-anak di daerah 3T akan sangat tertinggal dari segi pendidikan. Dinas Pendidikan daerah terkait perlu membuat terobosan dan bantuan untuk mengatasi hambatan dan kesulitan pelaksanaan pembelajaran di tengah pandemi Covid-19 ini. Aturan pemerintah yang mengharuskan pembelajaran dilakukan secara daring sampai waktu yang tidak diketahui menimbulkan keprihatinan. Alangkah baiknya jika peraturan tersebut dapat ditinjau kembali. Saran perbaikan yang dapat dilakukan yaitu diperbolehkan bersekolah namun waktu pembelajarannya dibatasi dan tetap menerapkan protokol kesehatan. Dengan demikian siswa tetap dapat bersekolah dan mendapatkan ilmu dan bimbingan guru.  Pemerintah daerah juga dapat membantu dalam menyediakan jaringan internet atau wifi gratis di tempat-tempat tertentu di desa. Internet itu dijadikan sebagai fasilitas umum bagi anak-anak yang bersekolah secara daring.

Ditulis oleh: Dinda Ayu Lestari, Pendidikan Biologi,  FKIP, Universitas Ahmad Dahlan

Comments are closed.