NCC 2024

KPU Kritik SMRC Terkait Pemilih Pedesaan Mudah Dimobilisasi

BusinessNews Indonesia – Komisi Pemilihan Umum (KPU) melalui anggotanya  dalam Divisi Hukum dan Pengawasan, Hasyim Asy’ari, mengkritik hasil survei yang dirilis Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada Kamis (17/12) lalu.

Hasyim mengkritik terkait kesimpulan SMRC yang terkesan menuduh pemilih pedesaan itu bodoh dan mudah dimobilisasi.

“Kesimpulan survei mengandung kesan pemilih pedesaan itu bodoh dan mudah dimobilisasi. Padahal metode riset dilakukan wawancara dengan telepon. Tentu saja telepon yang dimaksud adalah handphone (HP). Dengan demikian, mestinya ada riset pengetahuan pemilih tentang bahaya Covid 19. Kemudian melalui metode apa pemilih tahu informasi tentang Covid, apakah HP jadi metode transfer informasi tentang Covid atau bagaimana,” katanya seperti dikutip dari beritasatu.com pada Sabtu (19/12).

Baca juga: Tingkatkan Diplomasi, Dubes Djauhari Diganjar Hassan Wirajuda Award 2020

Kritikan ini mencuat pasalnya dalam rilis surveinya, SMRC menyebutkan bahwa tingginya tingkat partisipasi pada Pilkada 2020 cenderung dari warga yang kurang khawatir dengan Covid. Warga yang dimaksud tersebut cenderung dari pedesaan dan kurang berpendidikan. Hal ini, dalam rilis SMRC, bahwa kemungkinan informasi bahaya Covid-19 kurang kuat pada mereka.

Keterangan lainnya turut menyebutkan bahwa partisipasi tinggi di tengah pandemi kemungkinan karena suksesnya mobilisasi pemilih untuk datang ke TPS dan yang bisa dimobilisasi pada umumnya adalah warga pedesaan dan kurang terpelajar.

Baca juga: Kedubes Jerman Diprotes Warganet Twitter Usai Cuit Penindasan Kebebasan Berpendapat

Hasyim mengatakan bahwa apa yang disampaikan SMRC sangatlah tidak etis dan tidak mencerminkan hasil survei. Selain tuduhan masyarakat desa yang cenderung bodoh, Hasyim turut mengkritik penggunaan istilah ‘mobilisasi’. Menurutnya, istilah tersebut terkesan menuduh masayarakat pedesaan mudah dimobilisasi. Padahal tidak ada bukti tentang faktor yang mempengaruhi pemilih hadir dalam riset tersebut.

“Bagaimana kesimpulan tanpa pertanyaan riset itu dapat dirumuskan. Lalu apa yang dimaksud dengan mobilisasi dalam kesimpulan SMRC. Apalagi rumusan kesimpulan itu menggunakan kata ‘kemungkinan’ suksesnya mobilisasi dan ‘biasanya’ mobilisasi dilakukan terhadap pemilih yang bodoh,” protes Hasyim terhadap SMRC.

Dia turut merasa aneh dengan frasa “kemungkinan” yang digunakan dalam hasil survei SMRC.

“Mestinya riset membuktikan faktor yang mempengaruhi persepsi pemilih tentang Covid 19, dan faktor yang mempengaruhi pemilih hadir memilih ke TPS. Sayang, dalam hasil riset tidak ada pertanyaan tentang dua hal itu, tetapi pada kesimpulan muncul dua hal yang tidak ditanyakan,” terang Hasyim. (W/ZA)

Baca juga: Ramai Kotak Amal Biayai Aksi Terorisme, Ini Aturan BAZNAS dan LAZ Di Bawah Naungannya

Comments are closed.