Reksadana Terproteksi Semakin Tinggi Peminat di Tengah Pasar Keuangan yang Belum Stabil
BusinessNews Indonesia – Penurunan suku bunga acuan yang terjadi membuat imbal hasil (yield) mengalami tren penurunan. Di tengah penurunan yield ini minat investor terhadap reksadana terproteksi tetap tinggi karena secara rata-rata gimbal hasil reksadana terproteksi masih dinilai tinggi oleh para investor.
Wawan Hendrayana, Head of Investment Research Infovesta Utama, mengungkapkan bahwa imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) seri acuan memang dalam tren penurunan. Akan tetapi, reksadana terproteksi yang secara mayoritas memiliki aset surat utang korporasi menawarkan imbal hasil lebih tinggi ketimbang SUN.
“Di tengah kondisi pasar keuangan yang belum stabil, tawaran dari reksadana tentu saja menarik,” tutur Wawan.
Hal senada diutarakan oleh Reza Fahmi, Head of Businees Development Henan Putihrai Asset Management, bahwa penurunan yield SUN acuan dalam tren turun namun dalam reksadana terproteksi lebih tinggi, sehingga minat investor pada reksadana tetap tinggi.
“Penerbitan reksadana terproteksi di HPAM cukup meningkat karena banyak kebutuhan dari investor intitusi yang shifting dari equity ke reksadana ini,” jelas Reza Fahmi.
Dalam kesempatan lain, Wawan Hendrayana menyarankan pada investor harus lebih cermat dalam melihat risiko reksadana terproteksi yang mayoritas memiliki aset obligasi korporasi. Di tengah masa pandemi dan lemahnya ekonomi membuat beberapa obligasi korporasi ada yang telat membayar bahkan gagal bayar. Ia juga menyarankan investor agar cermat dalam melihat manajer investasi yang menawarkan obligasi.
“Manajer investasi dengan permodalan kuat cenderung lebih aman karena mereka mampu menyerap bila terjadi gagal bayar obligasi, sehingga investor reksadana terproteksi tidak merugi,” tandasnya.
Sejauh ini Wawan mencatat hingga Oktober 2020 jumlah reksadana terproteksi menurun secara year on year dari 723 pada Oktober tahun sebelumnya menjadi 664 produk pada tahun ini. Namun, dana kelolaan reksadana terproteksi tetap tumbuh mencapai Rp. 145,2 triliun per September. (W/ZA)
Comments are closed.