Jakarta, BusinessNews Indonesia –Informasi mudik lebaran yang disampaikan pemerintah saat ini banyak membuat masyarakat bingung. Akhirnya sebagian masyarakat memilih nekat untuk mudik ke kampung halamannya.
Namun, jika sedari awal kebijakan pemerintah tegas dan sinkron dari atas ke bawah, masyarakat pun akan melihat bahwa pemerintah benar-benar serius dalam menangani pandemi Covid-19 ini.
Hal ini menimbulkan kontroversi dari berbagai kalangan. Mereka menilai kegagalan pemerintah dalam komunikasi publik sudah terjadi sejak awal pandemi Covid-19, mulai dari pemerintah yang seolah menyepelekan virus Covid-19 pada awal kemunculannya di Indonesia hingga kini larangan mudik yang tidak jelas yang kemudian memantik polemik publik.
Menurut epidemiolog Dr Windhu Purnomo, pakar epidemiologi Universitas Airlangga (Unair), alasan pemudik nekat pulang kampung di tengah pandemi Covid-19 bukan hanya karena tradisi lebaran yang sudah mengakar.
“Jadi sebenarnya, masyarakat nekat-nekat (pulang kampung) begini karena permasalahannya di komunikasi publik pemerintah,” jelas dia.
“Kebijakan saja, kalau saya bilang dalam bahasa Jawa mlenca mlence. Tiba-tiba berubah kebijakannya.” ujar Windhu seperti dikutip dalam Kompas.com, Senin (10/5).
Sementara itu, Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat meminta pemerintah segera memperbaiki pola komunikasi guna meningkatkan kepercayaan publik.
Dia menilai informasi kebijakan yang berubah-ubah menimbulkan kebingungan dalam penanganan COVID-19 di lapangan, terutama menjelang Idul Fitri 1442 H.
“Pada pelaksanaan kebijakan larangan mudik, para pemangku kepentingan harus segera memperbaiki pola komunikasi agar tidak membingungkan pelaksana di lapangan,” ujar Lestari dalam keterangannya, Senin (10/5/2021).
Pemerintah pusat telah memperbolehkan pergerakan orang di wilayah Jabodetabek. Namun di hari berikutnya, Satgas Covid-19 menyatakan larangan mudik juga berlaku bagi wilayah aglomerasi atau pemusatan kawasan tertentu seperti Jabodetabek.
Menurut Lestari, penyampaian informasi yang berubah-ubah dalam waktu singkat dan berkaitan dengan pengaturan orang banyak bisa menciptakan kebingungan publik dan dinilai tidak efektif karena berpotensi diabaikan.
“Komunikasi kebijakan tersebut, mesti tegas, jelas dan terarah sehingga implementasi kebijakan berjalan maksimal,” ujarnya.
Selain itu, dirinya menilai komunikasi publik harus dilakukan dua arah. Hal ini agar kebijakan pemerintah dapat dipahami dan ditaati oleh masyarakat. Jika kebijakannya berubah-ubah maka hal ini akan menuai kesan bahwa pemerintah belum matang dan serius menangani kondisi saat ini dalam meminimalisir penyebaran Covid-19.
Jika komunikasi publik pemerintah tak dapat dibenahi, maka tidak heran jika kepercayaan publik lambat laun kian menurun terhadap pemerintah, terlebih dalam penanganan Covid-19 ini. (EA)
Baca Juga : Jelang Lebaran, BEI Buka Dua Hari Perdagangan Dalam Sepekan
Baca Juga : Tak Bisa Mudik? Jangan Khawatir, Baca Doa Ini Untuk Sanak Keluarga
Comments are closed.