Masalah Pasokan Lokal Jadi Penyebab Tingginya Angka Impor Garam
BusinessNews Indonesia – Kementerian Perindustrian menjelaskan bahwa tingginya angka impor garam karena masih terdapat berbagai masalah pasokan garam lokal dalam memenuhi permintaan atas kebutuhan bahan baku industri.
Gati Wibawaningsih, Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian, menjabarkan sedikitnya terdapat tiga persoalan utama yang ada pada produk garam lokal sehingga sulit diserap oleh industri.
Permasalahan pertama adalah mutu garam yang dihasilkan petani masih belum dapat mencapai kadar NaCl>97%. Masalah kedua, garam lokal masih memiliki impuritas yang tinggi, produktivitas rendah, dan tindak terjamin kelancarannya.
Permasalahan yang ketiga karena industri pengolahan garam refinery dalam negeri masih sangat terbatas sehingga pasokannya sedikit.
“Padahal kebutuhan industri (akan garam) cukup besar, tetapi dengan mengimpor saat ini terbukti masih memberi nilai ekonomi, dengan produk yang dihasilkan jauh lebih besar dari ekspor,” terang Gati dalam Webinar Pangan BUMN (12/11).
Selain itu, Gati menyebutkan bahwa terdapat tiga industri besar pengguna garam saat ini. Dimana industri cap dari sektor petrokimia, pulp & kertas yang memiliki 11 perusahaan dengan 17.000 tenaga kerja tercatat mengimpor garam senilai US$85,4 juta disamping memiliki nilai ekspor produk US$10,1 miliar pada tahun lalu.
Selanjutnya, terdapat pada industri aneka pangan yang terdiri dari 410 perusahaan dengan 877.000 tenaga kerja yang memiliki nilai impor garam sebesar US$21,2 juta dengan nilai ekspor produk yang dihasilkan sebesar US$27,3 miliar pada tahun lalu.
Terakhir, ada industri Farmasi dengan 206 perusahaan dan memiliki 50.000 tenaga kerja tercatat menyerap garam impor sebesar US$0,3 juta dengan nilai ekspor produk US$0,4 miliar pada tahun lalu.
Berdasarkan hal demikian, maka Gati menjelaskan bahwa dibutuhkan berbagai upaya bersama guna melakukan pengembangan dan penguatan daya saing produk industri garam dalam negeri. Hal yang dapat dilakukan seperti pengawasan SNI, pembangunan dan perluasan pabrik pengolahan garam, peningkatan kapasitas refinery garam, hingga mendorong investasi industri hilir. (ZA)
Comments are closed.