NCC 2024

Kemenperin Gencarkan Upaya Reduksi Emisi Gas Buang lewat Pengembangan Bioaditif Minyak Atsiri

JAKARTA, businessnews.co.id Kementerian Perindustrian (Kemenperin) secara terus-menerus berusaha menemukan solusi untuk mengurangi emisi gas buang dari mesin pembakaran dalam atau internal combustion engine (ICE), salah satunya dengan menggunakan bioaditif berbasis minyak atsiri pada bahan bakar minyak (BBM).

Menurut Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika, bioaditif berfungsi untuk memperbaiki pembakaran BBM di dalam ruang bakar mesin, sehingga dapat mengurangi emisi gas buang dengan menjaga kepadatan dan meningkatkan penyemprotan bahan bakar. Hasilnya adalah pembakaran yang lebih efisien, bersih, dan konsumsi BBM yang lebih rendah.

Ketika menerima audiensi dari ketua dan pengurus Perkumpulan Bioaditif Berbasis Minyak Atsiri Indonesia, Dirjen Industri Agro mengonfirmasi bahwa mereka telah memfasilitasi pembuatan standar mutu produk bioaditif melalui Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 8744:2019 untuk Bioaditif berbasis minyak atsiri yang digunakan pada bahan bakar motor diesel.

“Ini adalah langkah penting dalam memastikan bahwa produk bioaditif berbasis minyak atsiri memenuhi standar mutu dan kompatibilitas sesuai yang ditetapkan,” terangnya dikutip dari laman resmi Kemenperin, Senin (12/9).

Selain itu, Ketua Perkumpulan Bioaditif Berbasis Minyak Atsiri Indonesia, Raeti, menyampaikan hasil uji coba produk bioaditif BBM berbasis minyak atsiri oleh beberapa laboratorium pengujian (Trakindo, Petrolab, dan LEMIGAS) pada berbagai jenis mesin, termasuk alat berat, mesin diesel statis (genset), dan kendaraan bermotor diesel.

Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa penggunaan bioaditif mampu mengurangi emisi karbon (COx) hingga 83,78%, emisi nitrogen (NOx) hingga 85,22%, kadar partikel pengotor (4 micron, 6 micron, dan 10 micron) hingga 80-85%, dan mengurangi kadar air (moisture) dalam bahan bakar hingga 10,52%.

Raeti menambahkan bahwa produk Bioaditif BBM telah dikembangkan sejak tahun 1990-an dan telah dijual secara bisnis ke bisnis (B2B) sejak tahun 2006 untuk sektor industri, pertambangan, dan sektor komersial lainnya dengan kinerja yang baik. Produk ini dibuat dari bahan organik minyak atsiri yang berasal dari pertanian lokal dan diolah menjadi produk dengan nilai tambah yang tinggi.

“Penggunaan Bioaditif BBM hanya sebanyak 1 permil (1 per 1.000) bagian dari volume BBM dengan cara diteteskan ke dalam tangki bahan bakar tanpa proses atau peralatan blending khusus,” tutur Raeti.

Putu kembali menambahkan bahwa penggunaan aditif BBM bukanlah hal baru. Beberapa negara seperti Jerman, Amerika, dan Australia telah mengembangkan aditif BBM berbasis petroleum. Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan aditif BBM berbasis bahan baku organik dengan harga yang kompetitif dan berkelanjutan.

Comments are closed.