NCC 2024

Tingkatkan Pemasaran, Industri Asuransi Lakukan Digitalisasi

Jakarta, Businessnews.co.id – Di tengah era digital yang semakin masif dalam mengubah gaya hidup masyarakat, penjualan melalui kanal digital memang menjadi salah satu pilihan. Tak heran kalau saat ini para pelaku industri seperti asuransi sudah memasarkan produknya melalui kanal digital, meskipun porsinya masih kecil.

Kebijakan transformasi digital dalam sektor jasa keuangan juga menjadi salah satu prioritas OJK tahun ini. Adapun, kebijakan digitalisasi di industri asuransi menjadi salah satu yang menjadi perhatian.

Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu mengatakan, pandemi covid-19 memang mengubah perilaku masyarakat, termasuk konsumen beragam produk dari bermacam-macam sektor. secara umum, pandemi covid-19 memang mendorong percepatan optimalisasi teknologi digital dalam hampir semua sektor, termasuk asuransi.

“Oleh karena itu kami melihat tren kanal digital ke depannya akan bertumbuh secara positif, dengan mempertimbangkan bahwa kita masih dalam situasi pandemi yang belum kunjung usai dan bahwa kanal digital ini mulai tumbuh menjadi salah satu solusi bagi masyarakat Indonesia untuk mendapatkan manfaat asuransi jiwa,” ungkap Togar kepadadilansir dari kontan.co.id.

Togar menilai produk-produk asuransi jiwa masih terlalu kompleks sehingga perlu kajian lebih lanjut terkait digitalisasi yang akan dilakukan. Memang, Togar melihat transformasi digital ini bisa menyasar remote area dan meningkatkan penetrasi asuransi.

Dari sisi pemain, BNI Life mengaku, kanal digital memang belum memberikan kontribusi sebesar kanal lainnya seperti bancassurance, telemarketing maupun agency.

Meski demikian, Direktur Keuangan BNI Life Eben Eser Nainggolan mengaku premi dari kanal digital terus mengalami pertumbuhan seiring dengan strategi digital marketing yang diimplementasikan, jenis produk yang terus bertambah dan jumlah channel yang terus diperluas.

“Ke depan, harapan kami kanal digital bisa berkolaborasi dengan kanal lainnya sehingga dapat meningkatkan potensi bisnis,” ucap Eben.

Tahun ini perusahaan menargetkan dari kanal digital untuk jumlah nasabah atau pemegang polis yaitu sekitar 12.000 customer. Untuk produk yang dipasarkan secara online adalah produk-produk yang memiliki persyaratan yang simpel & proses yang cepat seperti asuransi mikro dan asuransi kecelakaan diri serta produk customized yang menyesuaikan dengan kebutuhan nasabah serta target pasar yang dituju.

Untuk menggenjot pemasaran digital, perusahaan telah melakukan sinergi dengan induk perusahaan BNI dengan menghadirkan produk BNI Life Digi Micro Protection yang dapat di beli melalui aplikasi BNI Mobile Banking.

Selain itu, BNI Life juga akan meluncurkan platform penjualan asuransi online berbasis web, yaitu Plan BLife yang menawarkan kemudahan untuk mendapatkan berbagai produk asuransi digital.

“Terkait mitigasi resiko, kami melakukan pemilihan produk serta pembatasan-pembatasan ketentuan asuransi dan tentunya proses KYC yang lebih ketat pada proses pembelian asuransi,” ungkap Eben.

Sementara itu, di BRI Life sampai dengan April 2022 kanal digital memberi kontribusi sekitar 20% dari Premi Baru Ekivalen yang Disetahunkan (APE – Annualized Premium Equivalent), sekitar Rp 207 miliar dari total APE BRI LIfe. Sampai akhir April 2022 pertumbuhan premi dari kanal ini juga mencapai lebih dari 12% secara yoy.

“Kami terus mendorong pertumbuhan kanal ini untuk dapat menjangkau sebanyak mungkin nasabah, sekaligus untuk mendorong penetrasi dan inklusi keuangan bagi segmen UMKM dan mikro ini,” ujar Direktur Utama BRI Life Iwan Pasila.

Saat ini produk yang perusahaan pasarkan melalui kanal digital yaitu, merupakan produk dengan benefit yang sederhana dan premi yang murah, Rp 50.000 dan Rp 100.000 per tahun.

Dalam menggenjot pemasaran melalui kanal digital, perusahaan terus mendorong proses pemasaran yang mudah dengan benefit yang sederhana sehingga mudah diproses pada waktu klaim.

“Pemanfaatan teknologi digital menjadi tumpuan utama sehingga harus didukung oleh system yang mudah namun tetap menjaga kualitas yang baik dan system yang memadai untuk mitigasi cyber risks. Sementara untuk mitigasi risiko asuransi diatur pada jenis manfaat yang ditawarkan dan dapat menggunakan database yang ada untuk cek kelengkapan klaim sehingga bisa cepat,” terang Iwan.

Sebelumnya, Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2A, OJK Ahmad Nasrullah mengungkapkan, kebijakan mengenai transformasi digital memang diperlukan, karena banyak permintaan dari pelaku industri agar perusahaan asuransi diijinkan untuk menjual produk secara digital. Adapun, ada beberapa hal yang terus dikaji yaitu terkait pelayanan konsumen.

“Sekarang jualan secara langsung bertemu tatap muka saja kadang-kadang masih ada pengaduan kepada kami, bagaimana nanti kalau tidak ketemu langsung tapi melalui sarana digital,” ungkap Nasrullah.

Disamping itu ada juga aspek market conduct yang diperhatikan jika penjualan produk asuransi dilakukan secara digital. Terutama terkait implementasi terhadap penentuan terhadap pangsa pasar dari produk asuransi tersebut.

Ia juga mencontohkan terkait penjualan produk unitlink yang sampai saat ini masih ditemukan tidak sesuai dengan pangsa pasarnya. Alhasil, hal tersebut menimbulkan aduan-aduan masyarakat terhadap produk tersebut.

Comments are closed.