BusinessNews Indonesia – Para direksi dan komisaris BUMN (Badan Usaha Milik Negara) diharuskan untuk mematuhi prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG) yang diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan untuk meningkatkan tata kelola perusahaan yang baik.
Hal itu disampaikan oleh Wakil Jaksa Agung Republik Indonesia, Feri Wibisono pada acara Workshop dan Seminar yang berjudul “Business Judgment Rule (BJR) & ESGRC; UU BUMN 2025 for Corporate Competitiveness & Sustainability” yang dilaksanakan selama 2 hari (21-22 Februari 2025) di Hotel Mercure Convention Center Ancol, Jakarta.
Menurut Feri, penerapan prinsip GCG dalam pengelolaan BUMN tidak hanya penting untuk menjaga integritas perusahaan, tetapi juga untuk melindungi aset negara. “Prinsip GCG harus menjadi pedoman utama bagi setiap direksi dan komisaris BUMN dalam mengambil keputusan bisnis. Hal ini penting untuk mencegah penyalahgunaan wewenang dan korupsi yang dapat merugikan keuangan negara,” kata Feri Wibisono pada Jumat (21/02/25).
Ini dilakukan untuk memastikan pengelolaan BUMN dilakukan dengan transparansi, akuntabilitas, dan tanggung jawab yang tinggi demi kepentingan negara dan perusahaan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, direksi diharuskan untuk menjalankan fungsinya dengan itikad baik, penuh tanggung jawab, dan hati-hati. Direksi juga harus menghindari konflik kepentingan dan mengambil tindakan pencegahan untuk melindungi perusahaan. Jika kesalahan atau kelalaian direksi menyebabkan kerugian, mereka dapat dimintai pertanggungjawaban secara pribadi.
Prinsip-prinsip GCG juga ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, yang mewajibkan direksi, komisaris, dan dewan pengawas untuk bertindak secara profesional, mandiri, dan transparan. Mereka dilarang mengambil keuntungan pribadi dari kegiatan BUMN, baik secara langsung maupun tidak langsung. Jika terjadi kepailitan akibat kesalahan direksi, setiap anggota direksi dapat dimintai pertanggungjawaban secara tanggung renteng.
Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2022 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran BUMN juga mengatur bahwa anggota direksi dapat diberhentikan jika terbukti tidak melaksanakan tugas dengan baik, melanggar peraturan perundang-undangan, atau terlibat dalam tindakan yang merugikan BUMN dan keuangan negara.
Dalam konteks internasional, prinsip-prinsip serupa juga diterapkan di berbagai negara, seperti Singapura, di mana Companies Act 1967 mewajibkan direksi untuk bertindak secara jujur dan dengan kehati-hatian yang wajar. Direksi juga dilarang menyalahgunakan posisinya untuk keuntungan pribadi atau pihak lain yang dapat merugikan perusahaan.
Kasus-kasus korupsi dan penyalahgunaan wewenang di BUMN, seperti yang terjadi pada kasus Bank Mandiri dan PT Pertamina, menunjukkan pentingnya penerapan prinsip GCG secara ketat. Dalam kasus tersebut, direksi dinyatakan bersalah karena tidak mematuhi prosedur dan melanggar prinsip kehati-hatian dalam pengambilan keputusan bisnis.
Dengan menerapkan prinsip GCG dan manajemen risiko yang baik, diharapkan BUMN dapat beroperasi secara lebih efisien, transparan, dan akuntabel, sehingga dapat memberikan kontribusi yang optimal bagi perekonomian negara.
Comments are closed.