NCC 2024

PLN & TNI AD Sinergi Genjot Pembangkit EBT di Indonesia Timur

BusinessNews Indonesia – PT PLN (Persero) mendapat dukungan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) dalam pengembangan pembangkit energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia Timur. Hal ini tertuang dalam Penandatanganan Pakta Komitmen PLN-TNI AD tentang Dukungan Penguatan Pembinaan Teritorial di Kantor Pusat PLN, Jakarta Selasa (19/4).

Menurut Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo, tugas penyediaan tenaga listrik oleh PLN nantinya akan terasa semakin mudah dan ringan dengan banyaknya dukungan dari masyarakat dan instansi pemerintah terkait, termasuk dari TNI AD.

Selain itu, kata dia, dukungan dari TNI AD akan semakin memperkuat PLN di bidang perencanaan. Pasalnya, TNI AD bisa memberikan informasi kepada PLN terkait potensi wilayah yang selama ini belum terjamah sehingga PLN dapat membuat perencanaan pembangunan kelistrikan secara komprehensif.

“Kekuatan kami di bidang teknologi dan investasi, digabungkan dengan kekuatan di bidang teritorial dan kemampuan menghadapi bentang alam yang luar biasa, dan juga tantangan sosial politik TNI AD, diharapkan dapat menyelesaikan semuanya,” ujar Darmawan dalam keterangan tertulis, Rabu (20/4).

Lebih lanjut, Darmawan mengatakan dukungan dari TNI AD ini diharapkan dapat memberikan masukan-masukan kepada PLN dalam pengembangan PLTA yang berpotensi akan menghasilkan listrik bersih sebesar 23 Giga Watt (GW) ini.

“Pembangkit hydro PLN ahlinya, sejak tahun 1960-an kami bangun PLTA. Masalah investasi kami masih bisa atasi. Tetapi di Mamberamo ada bentang alam, bentang budaya, dan bentang sosial politik yang kami tidak paham,” ujarnya.

Menurut Darmawan, kehadiran PLTA dengan skala besar di Bumi Cendrawasih ini sangat penting bagi pengembangan pembangkit energi baru terbarukan di Indonesia. Saat ini, pengembangan pembangkit EBT masih terkendala mahalnya biaya yang harus dikeluarkan.

Sebagai gambaran, energi termurah saat ini berasal dari batu bara hanya memakan biaya sebesar USD 5-6 sen per kilo Watt hour (kWh). Sedangkan energi dari panas bumi membutuhkan biaya sekitar USD 9-13 sen per kWh, PLTA harganya juga mulai dari USD 8-13 sen per kWh.

Maka dari itu, Darmawan menegaskan ada anggapan di sektor energi bahwa energi yang murah harus berasal dari sumber yang kotor, sementara energi bersih butuh investasi yang mahal. Lantas, masuknya PLTA Mamberamo akan menepis anggapan tersebut dengan menghadirkan energi bersih dengan biaya yang cukup terjangkau.

“Maka dilema kita kalau mau listrik murah itu kotor, kalau mau bersih itu mahal, bisa dipecahkan. Karena ada listrik yang murah sekaligus bersih di Mamberamo,” ungkapnya.

(TN)

Comments are closed.