BRI: Home to The Best Talent

Wawancara Direktur Human Capital BRI Herdy Rosadi Harman

Pandemi Covid-19 semakin mempercepat adanya transformasi digital. Segala bisnis terdampak dan hanya perusahaan inovatif yang akan tetap survive dan sustainable. Inovasi di tengah pandemi tentu melibatkan banyak kebijakan dan SDM yang mumpuni. Terlebih semua aktivitas dibatasi dan work from home menjadi solusi terbaik.

Di tengah pandemi itu, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero)Tbk telah membuktikan sebagai perusahaan yang tanggap dan siap atas segala perubahan. Hal ini dibuktikan dengan prestasi terbarunya sebagai The Best Overall for Corporate in Human Capital 2020 (Retail Banking) dan The Best Chief Human Capital Officer 2020 dalam ajang Digital Marketing & Human Capital (DMHC) Award 2020. Prestasi bergengsi yang berhasi diraih tentu tidak bisa lepas dari tangan dingin Sang Direktur Human Capital BRI Herdy Rosadi Harman.

Kali ini tim BusinessNews Indonesia berhasil mewawancarai khusus Herdy Rosadi Harman, dan mengungkap kunci sukses menangani Human Capital di BRI. 

Apa kiat-kiat Bapak dalam menangani human capital di BRI terlebih saat pandemi?

Sebenarnya human capital itu tidak mungkin langsung jadi. Pandemi memang membuat seluruh lapisan yang ada di BRI harus bertransformasi secara cepat. Namun sebelum adanya pandemi, kami telah mendesain skema khusus untuk memiliki talent-talent terbaik.

Kita tahu, Presiden Jokowi memberikan perhatian lebih pada pengembangan SDM. Inilah yang kami respon, kemudian kami mendesain skema terbaik by system. BRI tidak asal-asalan mengembangkan talenta terbaik bangsa. BRI justru mencari mereka, kami memanggilnya sebagai bintang kehidupan (the star of life), setelah mendapatkan kami pun mengembangkannya.

Kita ambil contoh dari Korea Selatan, yakni K-Pop. Ternyata K-Pop itu berdasarkan nation plan. Sehingga Korea pun berhasil mengekspor budaya dan industrinya berkembang pesat. Ini juga menginspirasi, bahwa poin penting dari human capital adalah perencanaan.  

Direktur human Capital kini menjadi sosok yang berperan penting. Bagaimana cara mengoptimalkan employee yang banyak, agar tidak menjadi liability namun asset?

BRI memang salah satu bank dengan jumlah karyawan terbanyak. Untuk mengatasi itu, kami berusaha membangun culture-nya agar inovatif dan tidak gagap. Jelas Ini membutuhkan waktu. Namun dengan mengubah system & culture, kapanpun saat manajemen berganti hopefully system & culture dengan berbagai pilarnya itu takkan berganti. Inilah sustainability, karena ke depan memang BRI akan fokus pada digital.

Melihat performa ke depan lebih mengutamakan digital, bagaimana nasib para karyawan ke depan?

Kami tidak akan melakukan lay off. Justru kami akan mengembangkan kompetensi baru yang sesuai dengan kebutuhan kelak. Ada berbagai kemungkinan, bisa jadi kami arahkan untuk menjadi fasilitator digital yang mengedukasi masyarakat atau lainnya. Misalkan juga penyedia web pasar digital secara nasional. Memang kondisi seperti Covid ini menuntut untuk bertransformasi secara cepat. Kita harus belajar, lesson learn karena belajar itu menjadi keniscayaan.  Untuk mendukung fasilitas belajar ini maka kami menyiapkan semua ada di super Apps.

Wah menarik, seperti apa Super Apps di BRI itu Pak?

Pada prinsipnya, Super Apps ini untuk memudahkan pelayanan, pekerjaan, dan kepegawaian. Sistem karier juga kita digitalisasi, semua sistem ke SDM-an kita digitalisasi, pun administrasi kita digitalkan. Ini memang menjadi tugas penting, supaya BRI semakin siap dengan perubahan.

Lantas bagaimana mengedukasi staff yang ada di jauh sana?

Memang BRI memiliki cabang hingga jauh di pedesaan. Tentu, ini membutuhkan jaringan IT yang mampu menyambungkan semuanya. Oleh karena itu, BRI juga memiliki satelit khusus untuk membantu pelayanan yang remote seperti itu.

Selain itu, kami juga menyiapkan aplikasi Brilliance guna menampung seluruh aspirasi para karyawan. Sementara untuk peningkatan skill, kami menyiapkan coach yang siap membantu mereka. Berbagai upaya itu tentu untuk terus mengedukasi karyawan dan mindset-nya kita rubah untuk investasi kemanusiaan.

Terkait perekrutan Pak, tadi di awal dijelaskan bahwa BRI mencari talenta terbaik yang disebut bintang kehidupan. Bagaimana itu?

Jadi yang kami sasar adalah anak-anak yang punya great character, punya prestasi akademik dan non-akademik. Karena kami mencari bintang kehidupan, maka konsepnya talent scouting. Kami langsung terjun mencari talent, baik di Indonesia maupun luar negeri. Kalau kami menunggu orang melamar, dapatnya akan biasa-biasa saja.

Karena kami mencari talenta terbaik maka BRI juga terus membranding diri, seberapa seksi sih perusahaan ini, sehingga para bintang itu mau bergabung di perusahaan kita. Sebelumnya, saya pernah ke Sillicon Valley dan bertemu banyak milenial Indonesia di sana yang mengira perusahaan BUMN masih tertinggal jauh.

“Sebenarnya human capital itu tidak mungkin langsung jadi. Pandemi memang membuat seluruh lapisan yang ada di BRI harus bertransformasi secara cepat. Namun sebelum adanya pandemi, kami telah mendesain skema khusus untuk memiliki talent-talent terbaik.”

Menarik, ternyata BRI begitu memperhitungkan human capital bahkan sebelum bergabung. Bolehlah Pak dikasih clue, bagaimana kriteria pendaftar yang diterima?

Kami tidak hanya mencari IPK, tapi yang punya great character dan lLebih ke deep profile, misalnya dengan mengecek sosmed. Atas ijin dia, kita masuk dan mencari tahu apa yang diposting. Sekarang tren perusahaan seperti itu, karena yang terpenting adalah karakternya. Kami juga mengedepankan 3 capital yaitu, intelectual capital, emotional capital, dan sosio capital. Karena kami percaya, kreativitas dan kolaborasi yang baik itu esensinya adalah kepedulian.

Bagaimana Bapak mengubah suatu bank yang sudah 125 Tahun bisa menjadi one of the best retail Banking. Apa yang Membuat BRI ini menarik di mata global?

BRI ini memang ke depan ingin menjadi global bank, khususnya untuk retail dan micro banking, atau bahkan ultra mikro. BRI ini lebih spesifik UMKM karena itu yang terbanyak di Indonesia. Itulah persoalan bangsa. Kami tidak hanya profit oriented, namun juga membangun ekonomi bangsa.

Terkait perekonomian bangsa, Setelah ada pengesahan UU Pekerja, bagaimana langkah BRI?

Kami pada dasarnya selalu adaptif, khususnya dengan UU Cipta Kerja. Kami tentu membantu untuk membuka lapangan kerja. UMKM ini kalau berhasil, berarti kan create lapang kerja. Jadi semua nanti bisa wirausaha mandiri, karena kalau semua jadi employee kan repot. Artinya saat ini kami sedang membangun mental entrepreneur, bukan employee.

Maka kami tidak berorientasi di hasil saja, namun yang terpenting adalah prosesnya. Jadi ini penting membentuk pekerja dan value yang berbasis integritas.

Terkait Value dan visi misi BRI untuk memberdayakan keuangan mikro yang paling bawah. Apakah tidak terjadi persaingan ketat dengan bank lain yang sama menyisir sektor bawah?

Setiap bank kan memiliki keunikan dan pelayanan yang variatif. Namun persoalannya masyarakat ini kan masih banyak yang menyimpan duit di bantal, unbankable. Makanya kami banyak mengedukasi di daerah-daerah agar mereka juga paham pentingnya menyimpan uang di bank. Karena BRI ini kan gross retail maka kami menyiapkan talenta terbaik, agar BRI ini semaki baik dan berdampak besar. Kalau bisa menjadi percontohan Indonesia.

Luar biasa, bercita-cita menjadi bank percontohan. Bagaimana journey digital transformation BRI untuk tiap karyawan?

Kami punya konsep membangun orang itu dengan tiga 3 pendekatan. Pertama technical/functional competencies, kedua professional competencies, ketiga leadership competencies. Kompetensi-kompetensi ini mencakup character shaping agar transformasi apapun akan terlaksana dengan baik. Intinya itu semua perlu adanya perubahan mindset, dari konvensional menuju digital mindset.

Menarik ini, karena mayoritas masyarakat menganggap bahwa BRI masih konvensional padahal sudah sangat digital.

Iya Pak, ini yang terus kita show up. Sebenarnya digital mindset ini yakni sense of criticism. Bahwa segala sesuatu bisa dibikin lebih simpel, mudah, murah, lebih efektif. Itu esensinya.

Berarti BRI ini sangat mendukung adanya inovasi?

Sangat. Bahkan kami menyediakan innovation canter, yaitu tempat untuk menampilkan berbagai inovasi yang ada di BRI. Kami bantu memajang di booth, bisa jadi ide inovasi itu menjadi karya yang dapat dikomersialkan.  Namun yang terpenting dari kaca mata human capital adalah memanej inovasi menjadi budaya. Inilah yang menjadi branding kami ke depan sebagai innovative company.

Selain itu, saya menggunakan kata BRI untuk seluruh istilah yang ada di perusahaan. Misalnya BRILiaN, itu sebutan untuk seluruh pekerja BRI.  Kemudian ada beberapa istilah yang memang untuk meningkatkan SDM. Seperti saat proses perekrutan ada BRILiaN Future Leader Program (BFLP), setalah itu ada juga BRILiaN Development Plan Program (BDPP), terus sampai ke atas. Peningkatan SDM itu untuk memberikan peluang fast track juga. Bagaimana kita bisa menyiasati agar talenta muda ini berkembang, termasuk women leader juga.

Kalau terkait WFH, bagaimana pemberlakuan BRI sekarang Pak?

Sekarang kami bagi yang WFH ada 50 %. Kami juga membangun BRI Work, semacam space untuk bekerja yang dekat dengan para pekerja. Misalnya ada di area BSD, maka pekerja yang tinggal dekat sana, bisa di BRI Work saja tanpa perlu ke kantor.

Ini sesuatu yang baru, membangun space work dekat dengan tempat tinggal pekerja. Bisa-bisa konsep ini diminati banyak perusahaan ke depan.

Bisa jadi pak. Karena kami juga ubuat aplikasi untuk laporan pekerjaan. Sehingga atasan bisa juga memantaunya. Itu ada GPS-nya juga. Namun pada intinya, ke depan tempat dan waktu bisa sangat lentur. Bisa jadi fenomena-fenomena SDM ke depan ya seperti itu.

Oh iya Pak, apakah ide seperti ini juga ada kaitannya dengan cerita Bapak di Silicon Valley tadi?

Iya betul. Apapun yang saya omongkan terkait human capital, merupakan sesuatu yang sudah saya observasi secara langsung. Saya suka memberangkatkan anak-anak pemenang kontes kreativitas ke sana. Supaya tahu di luar sana itu ada apa, kantor google, facebook, itu seperti apa. Mereka excited dan semangat belajar.

Sebagai tambahan informasi juga, di Sillicon Valley itu ada ratusan orang Indonesia. Mereka itu nyaman bekerja dengan tempat dan waktu yang lentur, namun penuh dedikasi. Jadi orang seperti itu bekerja seperti seniman, tidak terikat waktu dan tempat namun penuh inovasi dan ide kreatif. Di kantor pun banyak ruangan untuk santai, main game, dan makan. 

Ternyata BRI sudah mulai melirik ruang kerja seperti itu ya, nampaknya itu menjadi future imagination of company space?

Iya, ini yang sedang BRI idamkan agar mejadi perusahaan idaman ya seperti itu. It’s not about money, tapi kepuasan dan kebanggaan ada di sana.

Luar biasa, banyak sekali gagasan dan inovasi canggih dari Bapak. Terakhir mungkin bisa memberikan pesan untuk pemimpin ke depan?

Yang paling utama terkait kepemimpinan adalah legacy, dan legacy yang terbaik itu designed by system. Kemudian pesan khusus untuk pemimpin ke depan yaitu harus bisa menjawab tiga pertanyaan.  

Pertama, what’s your masterpiece? Kalau orang susah untuk membicarakan itu, berarti orang itu tidak punya value. Kedua, Kalau kamu terpilih, apa program seratus hari pertamamu? Ketiga, kalau kamu terpilih apa yang akan kamu lakukan untuk nature, people dan culture? Ketiga inilah yang harus dijawab oleh seorang leader ke depan. Paling tidak, perlu satu lembar kertas untuk menuliskan skema framework itu. Karena saya meyakini bahwa good leader is good follower.

Penulis: Zainal Abidin

Comments are closed.