NCC 2024

Bahlil Ungkap Alasan Uni Eropa Jegal Indonesia di WTO

JAKARTA, businessnews.co.id –  Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan alasan di balik gugatan yang diajukan oleh Uni Eropa (UE) terhadap Indonesia di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Gugatan tersebut berkaitan dengan larangan ekspor bijih nikel dari Indonesia ke luar negeri yang diberlakukan pada akhir tahun 2019.

Bahlil menjelaskan bahwa inti dari konflik ini adalah kenyataan bahwa bijih nikel memiliki peran strategis dalam mendukung peralihan dunia menuju energi hijau. Di masa depan, peralihan ini akan mencakup perubahan dari energi konvensional ke energi bersih, termasuk penggunaan kendaraan listrik sebagai pengganti kendaraan bahan bakar minyak (BBM).

Seiring dengan peralihan ini, kebutuhan akan bahan baku yang mendukung kendaraan listrik, khususnya baterai kendaraan listrik, semakin meningkat. Baterai tersebut memerlukan nikel sebagai salah satu komponen utama. Indonesia memiliki cadangan nikel sekitar 25% dari cadangan dunia.

“Ke depan semua dunia akan memakai kendaraan listrik, termasuk Indonesia. Dan mobil listrik komponen 40%-nya adalah baterai, dan baterai itu komponennya adalah nikel, mangan, kobalt dan lithium dan kita Indonesia mempunyai cadangan nikel 25% Dunia,” ungkap Bahlil dalam Kuliah Umum di UIN Syarif Hidyatullah, Selasa (29/8/2023).

Bahlil menerangkan bahwa meskipun Indonesia saat ini telah mengalami kekalahan dalam gugatan yang diajukan oleh UE di WTO, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) tetap memerintahkan agar Indonesia terus melawan gugatan tersebut.

Menurut Bahlil, larangan ekspor nikel dan pengembangan industri hilirisasi nikel di dalam negeri memberikan manfaat ekonomi yang signifikan. Dalam catatan Bahlil, keuntungan dari larangan ekspor dan pengembangan hilirisasi telah meningkat hingga 10 kali lipat. Pada tahun 2017, ekspor bijih nikel hanya sekitar US$3,3 miliar, sementara ekspor nikel yang telah melalui proses hilirisasi pada tahun 2022 mencapai lebih dari US$30 miliar.

Comments are closed.