NCC 2024

Lagi, BI Tahan Suku Bunga Acuan 5,75 Persen

JAKARTA, Businessnews.co.id – Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk kembali menahan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) atau suku bunga acuan 5,75%. Sementara suku bunga Deposit Facility sebesar 5,00%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,50%.

“Keputusan mempertahankan BI7DRR sebesar 5,75% ini konsisten dengan stance kebijakan moneter untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam kisaran sasaran 3,0±1% pada sisa tahun 2023 dan 2,5±1% pada 2024,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam keterangan pers Kamis (24/8).

Perry menerangkan, fokus kebijakan moneter diarahkan pada penguatan stabilisasi nilai tukar Rupiah untuk memitigasi dampak rambatan dari kondisi ketidakpastian pasar keuangan global yang berlangsung.

Sementara untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dalam negeri, “Kebijakan makroprudensial longgar terus diarahkan untuk memperkuat efektivitas pemberian insentif likuiditas kepada perbankan guna mendorong kredit atau pembiayaan dengan fokus hilirisasi, perumahan, pariwisata dan pembiayaan inklusif dan hijau,” tambahnya.

Ketidakpastian Ekonomi Global Meningkat

BI mengungkapkan, pergeseran komposisi pertumbuhan ekonomi global 2023 semakin kuat, meskipun secara keseluruhan tahun pertumbuhan ekonomi global sama dengan perkiraan sebelumnya sebesar 2,7%.

Pertumbuhan ekonomi Tiongkok tercatat lebih rendah akibat keyakinan pelaku ekonomi yang melemah serta utang rumah tangga yang tinggi. Hal ini berdampak terhadap turunnya konsumsi dan kinerja properti yang pada gilirannya merambat pada investasi.

Di eropa, ekonomi juga melemah dipicu oleh dampak eskalasi ketegangan geopolitik Rusia dan Ukraina. Di lain sisi, pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) lebih baik dari perkiraan semula, dipengaruhi konsumsi yang membaik ditopang kenaikan upah dan pemanfaatan tabungan yang tinggi (excess saving).

Sementara itu, tekanan inflasi negara maju masih tinggi dipengaruhi perekonomian yang kuat dan pasar tenaga kerja yang ketat, sedangkan inflasi di negara berkembang telah menurun.

Hal ini diperkirakan BI mampu mendorong berlanjutnya kenaikan suku bunga kebijakan moneter di negara maju, termasuk Federal Funds Rate (FFR) AS. Berbagai perkembangan tersebut semakin meningkatkan ketidakpastian pasar keuangan global dan mendorong aliran modal ke negara berkembang lebih selektif.

“Tekanan nilai tukar di negara berkembang meningkat, sehingga memerlukan penguatan respons kebijakan untuk memitigasi risiko rambatan global tersebut, termasuk di Indonesia,” pungkas Perry.

Comments are closed.