Di Tengah Khawatiran UU Baru Hong Kong, Harga Minyak Menguat
Bussnews.id –Minyak berjangka naik sekitar dua persen pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), ketika peningkatan aktivitas penyulingan AS mengimbangi kenaikan mengejutkan persediaan minyak mentah di tengah kekhawatiran bahwa undang-undang keamanan baru Hong Kong dapat mengakibatkan sanksi perdagangan.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juli naik 0,55 dolar AS atau 1,6 persen menjadi ditutup pada 35,29 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange. Demikian dilansir antaranews.com, (29/05/2020).
Untuk minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli naik 0,9 dolar AS atau 2,7 persen menjadi mantap pada 33,71 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Pergerakan minyak mentah AS itu mempersempit premi Brent atas WTI ke level terendah sejak pertengahan April.
Persediaan minyak mentah AS naik 7,9 juta barel pekan lalu, melebihi ekspektasi, karena peningkatan besar impor dari Arab Saudi, kata Badan Informasi Energi AS (EIA).
Namun, laporan EIA juga menunjukkan kilang-kilang telah meningkatkan produksi mereka dan stok bensin turun secara tak terduga, sementara persediaan minyak mentah di pusat penyimpanan AS di Cushing, Oklahoma turun 3,4 juta barel.
Pasar pada awalnya jatuh karena kenaikan besar dalam stok minyak mentah, tetapi beralih ke wilayah positif ketika melihat penurunan pada titik pengiriman Cushing untuk WTI, kata Bob Yawger, direktur berjangka energi di Mizuho di New York.
Harga minyak telah pulih dalam beberapa pekan terakhir karena antisipasi peningkatan permintaan setelah pandemi virus corona mengurangi konsumsi dunia sekitar 30 persen. Investasi keseluruhan menurun dan pengurangan produksi AS menyeimbangkan kelebihan pasokan, tetapi permintaan masih belum pulih sepenuhnya.
Pasar juga khawatir Washington dapat menjatuhkan sanksi perdagangan terhadap China karena langkah Beijing untuk memberlakukan undang-undang keamanan baru di Hong Kong.
Ketidakpastian tentang komitmen Rusia untuk melanjutkan pengurangan produksi yang dalam membuat reli tetap terkendali. Arab Saudi dan produsen OPEC lainnya sedang mempertimbangkan perpanjangan pemangkasan rekor produksi sampai akhir 2020 tetapi belum mendapatkan dukungan dari Rusia, menurut OPEC+ dan sumber-sumber industri Rusia. (ed.AS/bussnews/antara)
Comments are closed.