Krisis Ekonomi Menghantui Kelas Menengah Masyarakat Indonesia
Jakarta, businessnews.co.id – Kelas menengah di Indonesia mengalami tekanan yang signifikan akibat kenaikan harga bahan pangan serta penurunan pendapatan yang berkelanjutan. Fenomena ini terlihat dari peningkatan drastis pengeluaran untuk kebutuhan pangan, penurunan penjualan kendaraan bermotor, dan lonjakan jumlah pekerja informal di negara ini, yang semuanya mencerminkan ketidakpastian ekonomi yang dirasakan oleh kelompok ini.
Menurut Chatib Basri, seorang ekonom senior dan mantan Menteri Keuangan, jumlah kelas menengah di Indonesia terus mengalami penurunan sejak tahun 2019. Data dari Bank Dunia menunjukkan bahwa kelas menengah pada tahun 2018 mencakup 23% dari total penduduk, tetapi angka ini turun menjadi 21% pada tahun 2019, dengan sebagian kelas menengah yang “turun kelas” bergabung dengan kelompok aspiring middle class (AMC) yang naik dari 47% menjadi 48%.
Seperti dilansir CNBC Indonesia, proyeksi yang lebih buruk muncul pada tahun 2023 di mana kelas menengah diperkirakan turun menjadi 17%, sementara AMC diproyeksikan meningkat menjadi 49% dari total populasi. Kelompok rentan juga diperkirakan akan meningkat menjadi 23%. Perubahan ini menandai transformasi yang signifikan dalam struktur sosial ekonomi masyarakat Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.
Faktor utama yang menyumbang terhadap tekanan ini adalah kenaikan harga pangan, terutama beras, yang mencatatkan rekor tertinggi pada Maret 2024. Data dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional menunjukkan bahwa harga beras naik sebesar 20% dalam setahun terakhir, mencapai rata-rata Rp 15.350/kg pada Juni 2024. Inflasi harga beras ini mencatatkan level tertinggi sejak Juni 2012, dengan inflasi mencapai 13,76% pada Agustus 2023, yang memberikan beban tambahan bagi rumah tangga Indonesia, termasuk kelas menengah.
Selain itu, dampak dari pandemi COVID-19 juga dirasakan secara luas, dengan jumlah pengangguran meningkat secara signifikan dan banyak pekerja formal yang beralih ke sektor informal. Data BPS menunjukkan bahwa proporsi pekerja informal telah meningkat dari 55,88% pada Agustus 2019 menjadi 59,17% saat ini. Pekerja informal ini menghadapi ketidakpastian ekonomi yang lebih besar, tidak memiliki jaminan penghasilan tetap, dan sering kali tidak terlindungi oleh asuransi atau memiliki akses yang terbatas terhadap modal finansial.
Pada sisi konsumsi, terjadi pergeseran dari pembelian mobil baru ke mobil bekas atau sepeda motor, sebagai respons terhadap tekanan ekonomi yang mempersempit daya beli. Data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia menunjukkan penurunan penjualan mobil sebesar 19,4% pada Januari-Juni 2024, sementara penjualan motor meningkat 49% dalam periode yang sama.
Di tengah stagnasi pendapatan dan tekanan ekonomi yang semakin kuat, banyak anggota kelas menengah bawah yang bergantung pada penggunaan tabungan sebagai bantalan untuk konsumsi sehari-hari mereka. Data Indeks Tabungan menunjukkan penurunan yang signifikan dalam tabungan masyarakat kelas bawah, sementara tingkat konsumsinya meningkat, mencerminkan kondisi ekonomi yang tidak stabil di kalangan mereka.
Pendapat ini diperkuat oleh hasil survei Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang menunjukkan penurunan optimisme terhadap ekonomi di kalangan masyarakat dengan pengeluaran bulanan antara Rp 1-2 juta. Angka ini menurun menjadi 109,2 pada Juni 2024, mendekati titik pesimis, yang mencerminkan ketidakpastian yang dirasakan oleh sebagian besar kelas menengah di Indonesia terhadap kondisi ekonomi masa depan.
Secara keseluruhan, perubahan struktural dalam kelas menengah Indonesia menggambarkan sebuah gambaran yang kompleks dan menuntut perhatian serius dari para pembuat kebijakan untuk mencari solusi jangka panjang guna mengatasi tantangan ekonomi yang semakin membebani masyarakat menengah di negara ini.
Comments are closed.