Jakarta, businessnews.co.id – Nama Prijono Sugiarto sudah menjadi legenda di perusahaan Astra International Tbk. Prijono Sugiarto adalah Presiden Direktur Astra yang menjabat selama satu dekade sejak 2010 hingga Juni 2020.
Setelah itu, ia digantikan oleh Djony Bunarto Tjondro, yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Presiden Astra. Kini Prijono menempati jabatan sebagai Presiden Komisaris Astra menggantikan Budi Setiadharma. “Selama di Astra, saya sudah berkiprah selama 34 tahun hingga saat ini,” tutur Prijono.
Pria yang akrab dipanggil Pak Pri ini memang menggemari otomotif sejak belia. Oleh sebab itu, selepas tamat sekolah menengah atas (SMA), dia memilih melanjutkan kuliah di Jerman. Ia telah menyiapkan dirinya sejak usia 10 tahun mengikuti kursus Bahasa Jerman.
Ia memilih belajar teknik mesin hingga mendapat gelar Dipl.-Ing. dari University of A. Sc. Konstanz, Jerman pada tahun 1984. Setahun sebelum kelulusannya yang ditempuh hampir lima tahun, Prijono mendapat kiriman surat dari ayahnya untuk meneruskan sekolah bisnis.
Prijono mengikuti saran ayahnya tersebut. Ia yang masih berada di Jerman kala itu lalu mendaftar di A.Sc. Bochum Jerman di bidang Business Administration. Setelah lulus, dia memperoleh gelar Dipl.Wirtschaftsing di bidang Administrasi Niaga pada 1986.
Di kemudian hari, Prijono sadar bahwa saran ayahnya tersebut benar-benar berguna. Dia menyadari bila tidak mengetahui ilmu bisnis maka ia tidak akan mencapai pada titik yang dimilikinya sekarang. Setelah dua tahun belajar dan mendapat Diploma Wirtschaftsing, Prijono lalu kembali ke tanah air.
Di tahun 1987, dia diterima menjadi karyawan PT. Daimler-Benz Indonesia. “Saya diterima di Mercedes-Benz bagian sales engineering. Peran saya membantu sales manager berjualan kepada para user,” ujarnya.
Berkat kinerjanya yang apik, dia mendapat promosi sebagai General Manager. Prijono hanya bertahan tiga tahun di perusahaan tersebut. Dia menerima tawaran pindah ke salah satu anak perusahaan Grup Astra, PT. Tjahja Sakti Motor pada tahun 1990. Perusahaan ini menaungi merek mobil premium asal Jerman, BMW.
Karena sepak terjang Prijono di perusahaan sebelumnya yang bagus, ia lantas mendapat promosi menjadi Direktur Operasional mulai dari 1990. Berkat tangan dinginnya, di tahun 1997, BMW mengalami penjualan terbesar saat itu, yaitu mencapai 10 persen dari total pasar mobil premium di Indonesia. Dia pun dipercaya untuk menempati posisi sebagai Presiden Direktur PT. Tjahja Sakti Motor.
Karier Menanjak
Pada 2001, ia ditunjuk sebagai Direktur Perseroan sampai tahun 2010. Di saat yang sama, ia juga memiliki jabatan penting di PT. Pamapersada Nusantara sebagai Presiden Komisaris (2007–2009) dan Wakil Presiden Komisaris PT Federal International Finance (2007-2010).
Karier Prijono terus menanjak menjadi karyawan langganan dengan jabatan rangkap. Sekitar 2008, ia mendapat tanggung jawab untuk menjadi direktur di PT Astra Honda Motor (AHM) dan PT Astra Otoparts Tbk (AOP), keduanya merupakan anak perusahaan Grup Astra.
Pada Maret 2010, Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Astra International Tbk menyetujui Prijono Sugiarto menjadi Presiden Direktur menggantikan almarhum Michael D Ruslim.
Selama memimpin Astra International, Prijono meraih beragam penghargaan, salah satunya adalah Asia Business Leader of The Year Award (ABLA) 2014.
Dalam memimpin Astra International, Prijono memegang teguh Catur Dharma, sebuah filosofi yang dicetuskan oleh pendahulunya, para pendiri Astra. Filosofi tersebut terdiri dari empat butir, yaitu menjadi milik yang bermanfaat untuk bangsa dan negara, memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan, menghargai individu dan kerja sama serta senantiasa berusaha mencapai yang terbaik.
Selain itu, prinsip-prinsip kepemimpinan yang dikembangkannya antara lain, memberikan dorongan kepada anggota tim untuk berani mengambil kesempatan dan mengambil risiko yang terkalkulasi dengan baik (calculated risk).
Kedua, decisive yakni berani mengambil keputusan yang cepat dan tepat dalam setiap kondisi. Ketiga kepemimpinan yang demokratik yaitu kepemimpinan yang memberikan kesempatan kepada setiap individu untuk berpartisipasi dalam proses membuat keputusan untuk dapat mencapai keputusan yang optimal sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pemimpin.
Dia juga aktif mendorong Astra International menjalin kerja sama antara Pemerintah Indonesia dengan Jerman dalam bidang vokasi. Dengan cara ini, ia optimistis, sumber daya manusia Indonesia dapat setara dengan Jerman yang sudah terkenal lebih maju.
Astra sudah menggunakan kurikulum dengan dual system dari Jerman. Prijono menyebutkan, Polman Astra telah melaksanakan dua proyek yang mengadaptasi sistem pendidikan ganda Jerman.
Di antaranya, program persiapan meister melalui kerja sama dengan antara Alfons Kern Schule (AKS) dengan EKONIND serta program D3 yang lulusannya disertifikasi oleh Kamar Dagang Jerman (DIHK).
“Ada program vokasi bernama Meister di Jerman, tergantung piawai di bidang apa. Mau jadi kepala harus melalui program Meister setelah vokasi. Biasanya setelah dari sana, menjadi pimpinan di perusahaan di bidang apapun. Satu angkatan terdiri dari 12 hingga 15 orang. Harapan saya bisa ditularkan di seluruh Indonesia, tidak hanya Astra, sehingga makin banyak program kepemimpinan vokasi yang terarah dan berkualitas,” tutur Prijono.
Setelah tak lagi aktif di jajaran direksi, Prijono dipercaya sebagai Presiden Komisaris PT Astra International. Ia tetap aktif dalam berorganisasi seperti menjadi Dewan Pengawas The German-Indonesian Chamber of Industry and Commerce (EKONID/AHK Indonesien), dan Alumni Berlin Indonesia. Belum lama ini Alumni Berlin Indonesia menggelar acara reuni di Jakarta, Prijono turut hadir sebagai pembicara dalam kegiatan ini.
“Saya salut mereka berkumpul dapat di sini. Harapan saya semoga sesuatu yang dapat menjadi sesuatu bukan hanya persahabatan sekedar makan dan minum bersama saja tapi bisa menjadi bisnis dan program terutama saling berbagi khususnya bagi mereka yang sudah mapan,” pungkas Prijono.
Comments are closed.