BusinessNews Indonesia – Untuk memenuhi kesepakatan global dalam Paris Agreement 2015, Pemerintah Indonesia telah menyatakan akan berupaya mencapai target Net Zero Emission (NZE) selambatnya tahun 2060 atau lebih cepat.
Salah satu langkah menuju pencapaian sasaran tersebut Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 29% dengan kemampuan sendiri dan mencapai 41% pada tahun 2030 dengan bantuan dukungan internasional.
Ketua Umum Ikatan Auditor Teknologi Indonesia (IATI) Hammam Riza menyampaikan menyampaikan hal tersebut dalam Panel Diskusi Peran Audit dan Evaluasi Teknologi di Industri Manufaktur dan Ketenagalistrikan Mendukung Industri Rendah Karbon di Jakarta pada Rabu (14/12).
Panel diskusi tersebut digelar IATI bersama Masyarakat Konservasi dan Efisiensi Energi Indonesia (MASKEEI) dan Institut Evaluasi Energi Indonesia (IEEI).
Hammam menyampaikan, upaya untuk mencapai NZE pada 2060 adalah dengan melaksanakan transisi energi dari ketergantungan pada energi fosil menuju pemanfaatan energi bersih berkelanjutan. “Dalam merespon terhadap upaya global tersebut, pemerintah Indonesia telah atau sedang melakukan berbagai langkah strategis melalui penyesuaian atau pembuatan kebijakan baru yang mendukung pencapaian sasaran tersebut di tataran nasional, diantaranya dengan mendorong Industri HIjau,” tuturnya.
Terkait pemanfaatan energi, Industri Hijau menerapkan upaya efisiensi dan konservasi energi optimal dan penggunaan sumber-sumber daya energi bersih berkelanjutan, dengan memanfaatkan teknologi yang hemat energi dan sejauh mungkin mengoptimalkan pemanfaatkan energi terbarukan atau energi bersih lainnya, serta meminimalisir pemanfaatan energi fosil.
Pada saatnya nanti, lanjutnya, persaingan untuk menarik investasi asing masuk ke Indonesia akan terkendala dengan ketersediaan pembangkit listrik bersih yang ada di Indonesia. “Banyak industri yang mempersyaratkan ketersediaan pembangkit yang ramah lingkungan ini dalam proses produksinya, karena komitmen mereka terhadap dunia untuk memenuhi pengurangan emisi karbon di udara,” terangnya.
Lebih lanjut Hammam menyampaikan bahwa hal ini bahkan sudah menjadi syarat mutlak bagi produksi yang akan masuk ke Eropa, karena negara- negara maju mulai mewajibkan setiap produksi memiliki sertifikat bebas karbon atau carbon foot print dalam setiap produksi yang dipasarkan di negara mereka.
Melalui panel diskusi ini, IATI bersama- sama dengan MASKEEI dan IEEI, melihat pentingnya melakukan pengembangan kapasitas khususnya untuk kapasitas SDM yang mampu melakukan evaluasi energi serta audit teknologi pada upaya- upaya pemenuhan standar pencapaian pengurangan emisi karbon maupun carbon foot print khasusnya di sektor industri.
“Kami berharap bahwa kami dapat bekerja sama dengan kementerian terkait untuk dapat mewujudkan target pemerintah dalam melakukan Transisi Energi Menuju Net Zero Emission tahun 2060,” pungkasnya.
Kegiatan ini dibagi menjadi tiga panel diskusi. Panel diskusi pertama membahas efisiensi dan konservasi energi dalam pengembangan Industri Hijau. Panel diskusi kedua membahas tentang evaluasi dan audit teknologi dalam mendukung transisi energi menuju NZE. Panel diskusi ketiga membahas pengembangan kapasitas sumberdaya manusia dalam evaluasi/audit energi dan teknologi. (red)
Comments are closed.