Kasus di SP3 KPK, Pemerintah Bentuk Satgas BLBI
Jakarta, BusinessNews Indonesia – Melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2021, secara resmi pemerintah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Keppres yang diteken pada 6 April 2021 itu muncul tak lama setelah keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menghentikan penyidikan kasus dugaan korupsi Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI yang menyeret Sjamsul dan Itjih Nursalim.
Mahfud MD, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), menerangkan bahwa Satgas yang dibentuk memiliki tugas untuk menagih dan memproses semua jaminan agar menjadi aset negara.
“Kini pemerintah akan menagih dan memburu aset-aset karena utang perdata terkait BLBI jumlahnya lebih dari Rp 108 triliun,” kata mantan ketua MK itu, dikutip dari CNN Indonesia (12/4).
Keppres tersebut, terang Mahfud, diisi oleh lima menteri serta Jaksa Agung ST Burhanuddin dan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo sebagai pengarah Satgas. Sementara itu, untuk Ketua Satgas diisi oleh Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan dengan wakil ketuanya yaitu Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Republik Indonesia.
Baca juga: Menparekraf Sandi: Berbagai Acara Bisa Digelar dengan Penerapan Prokes Ketat
Berdasarkan keterangannya, Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI akan mulai bertugas sejak Keppres ditetapkan yakni 6 April 2021 hingga 31 Desember 2023 mendatang.
Untuk diketahui bahwasanya kasus ini bermula ketika Bank Indonesia (BI) menyalurkan BLBI senilai Rp147,7 triliun pada 48 bank. Salah satu yang menerimanya yaitu Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) milik Sjamsul yang mendapat kucuran dana sejumlah Rp 47 triliun.
Dana itu disalurkan melalui Master Settlement Acquisition Agreement (MSAA). Lalu, Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) mengambil alih saham dan pengelolaan BDNI.
Dalam MSAA tersebut tertulis kewajiban pemegang saham, termasuk Sjamsul, yang harus dilunasi kepada negara. BDNI saat itu memiliki kewajiban senilai Rp 47,2 triliun yang terdiri atas BLBI, simpanan nasabah yang harus dibayar, kredit likuiditas Bank Indonesia dan utang BDNI lainnya. Namun dalam perjalanannya menimbulkan berbagai kecurangan. (W/ZA)
Baca juga: Prudential Indonesia Syariah Akan Spin Off dari Perusahaan Induk
Comments are closed.