NCC 2024

Petani Tembakau Minta Kesejahteraan atas Naiknya Cukai Rokok

BusinessNews Indonesia –Respon positif kebijakan pemerintah terkait kebijakan kenaikan cukai hasil tembakau, Forum Petani Multikultur Indonesia (FPMI) meminta kepada pemerintah untuk juga mensejahterakan petani tembakau.

Secara khusus, petani mengapresiasi kebijakan cukai pemerintah yang mulai tahun 2018 terjadi set- back, setelah tidak menaikkan cukai rokok selama rentang 2015-2017 dengan kenaikan  cukai rokok hanya 10,14 persen.

Alhamdulillah, pada 2020, tarif cukai dinaikkan. FPMI juga  sangat  mengapresiasi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 7 Tahun 2020 tentang penggunaan, pemantauan dan evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) – di mana pemerintah menetapkan 50 persen alokasi DBH CHT untuk kesejahteraan masyarakat. Untuk penegakan hukum dan kesehatan masyarakat masing-masing 25 persen,” kata Istanto selaku ketua Forum Petani Multikultur Indonesia, dalam siaran rilisnya yang diterima businessnews.co.id, (08/12/2021).

Perlu diperhatikan, bahwa kenaikan tarif cukai sebesar 73,53 persen sejak tahun 2015 hingga awal tahun 2020 memunculkan polemik di media. Selama ini, cukai selalu dikaitkan dengan pernyataan terkait peran Industri Hasil Tembakau (IHT) yang sangat strategis sehingga selalu muncul polemik yang berkepanjangan.

“CHT justru lebih berorientasi pencapaian target penerimaan, daripada pengendalian atau pembatasan konsumsi rokok dan upaya peningkatan kesejahteraan petani,” ungkapnya.

Semua pihak harus menyadari bahwa sampai saat ini petani tembakau selalu ada dalam pihak yang dirugikan. Pasalnya harga tembakau tahun 2020 dinyatakan petani sebagai harga terburuk selama 10 tahun terakhir.

Demikian juga petani multikultur, sebab harga panen sayuran berbagai jenis sangat rendah. Ini  menunjukkan belum ada dukungan kebijakan yang sinergis untuk peningkatan kesejahteraan petani.

Petani berharap pemerintah mengalokasikan 5-10 persen pendapatan cukai rokok untuk program pendampingan petani tembakau beralih profesi. Kebijakan itu bisa selaras dengan keinginan pemerintah untuk menurunkan konsumsi rokok seperti yang dilakukan negara-negara di dunia.

Semestinya cukai rokok menjadi instrumen pengendalian rokok yang paling efektif, di samping tentu saja untuk menaikkan pendapatan negara. Dicontohkan, jika rata-rata pendapatan negara dari cukai rokok per tahun sekitar Rp 140 triliun, maka setidaknya Rp 14 triliun bisa dialokasikan untuk program pendampingan petani.

“Dana tersebut, bisa dialokasikan untuk Kementerian Pertanian sebagai lembaga negara yang langsung membina petani. Dana tersebut juga bisa digunakan untuk bantuan manajemen petani dalam membudidayakan komoditas yang berpeluang diekspor,” terangnya. .

“DBH CHT harusnya kembalikan pada pemangku kepentingan. Seharusnya peruntukannya lebih fokus untuk petani dan buruh tembakau. Pemerintah semestinya mengakomodasi kebijakan tersebut dalam aturan yang memprioritaskan kebutuhan petani,” tambahnya.  

Dengan itu para petani dituntut memberi dukungan pada kenaikan cukai rokok, dan pemerintah merumuskan rencana strategis yang berbasis kesejahteraan petani, tidak hanya menonjolkan peran IHT. (Ed.AS/businessnews.co.id/rilis).

Comments are closed.