ESGRC dan AI Jadi Kunci Transformasi Bisnis Berkelanjutan

Jakarta, businessnews.co.id — Masa depan BUMN tidak lagi ditentukan semata oleh aset atau laba, melainkan oleh seberapa cerdas dan bertanggung jawab perusahaan negara ini mengelola risiko, kepatuhan, dan keberlanjutan. Dalam sebuah forum bergengsi bertajuk “GRC & BJR in UU BUMN 2025: Enabling Strategic Intelligence Through AI”, yang digelar di The Tribrata Dharmawangsa, Jakarta Selatan, wacana ini menjadi sorotan utama. Salah satu tokoh yang menyuarakan pentingnya transformasi adalah Alan Yazid, Ketua Indonesia Risk Professional Association (IRPA).

Alan menyampaikan bahwa ESGRC bukan lagi sekadar jargon kepatuhan. “Ini adalah fondasi bisnis modern,” ujarnya tegas. Ia menyebut ESGRC sebagai kunci untuk membangun tata kelola yang tidak hanya patuh terhadap regulasi, tetapi juga berdaya saing dan berorientasi jangka panjang.

Dalam presentasi bertajuk “Sustainable Governance in Action: Operationalizing ESGRC in Alignment with UU BUMN 2025”, Alan menyampaikan bahwa tata kelola berkelanjutan bukan sekadar tren global, melainkan kebutuhan mendesak. Ia menilai ESGRC sebagai strategi inti yang mampu meningkatkan kepercayaan publik, menarik minat investor, dan memperkuat reputasi BUMN di mata dunia.

Menariknya, Alan tidak bicara ESGRC saja. Ia menyoroti bahwa keberhasilan tata kelola modern juga membutuhkan kecepatan dan presisi yang merupakan dua hal yang bisa dihadirkan oleh kecerdasan buatan (AI). “AI bukan hanya alat bantu. Ia adalah partner strategis dalam mendeteksi risiko, meningkatkan efisiensi, dan mengambil keputusan berbasis data,” jelasnya. Dengan AI, proses identifikasi risiko bisa dilakukan secara real-time, kepatuhan terhadap regulasi bisa dimonitor lebih akurat, dan pengambilan keputusan pun bisa jauh lebih responsif.

Menurut Alan, ESGRC dan AI harus diintegrasikan ke seluruh lini bisnis BUMN mulai dari operasional harian hingga relasi dengan para pemangku kepentingan. Ia menekankan bahwa BUMN hari ini tidak cukup hanya menjadi ‘badan usaha’, tetapi juga harus tampil sebagai agen perubahan sosial dan lingkungan.

Namun, Alan juga realistis. Ia menyadari bahwa transformasi ini bukan perkara instan. Konsistensi adalah tantangan terbesar. “Kita sudah punya aturan, kita punya teknologi. Yang dibutuhkan sekarang adalah ketegasan dalam menjalankan. Kalau pihak regulator, pelaku usaha, dan teknologi bersinergi saya yakin BUMN kita bisa jadi pionir tata kelola unggul, bukan hanya di Indonesia, tapi di tingkat Asia,” ujarnya.

Acara yang diselenggarakan oleh Majalah BusinessNews Indonesia ini tak hanya menjadi ruang diskusi, tapi juga momentum penting. Forum ini mempertegas bahwa UU BUMN 2025 bukan sekadar revisi regulasi, tapi sinyal kuat bahwa arah baru BUMN adalah keberlanjutan yang nyata, bukan wacana serta ESGRC bersama kekuatan AI akan menjadi kompas yang menuntun BUMN menuju masa depan yang lebih transparan, adaptif, dan bertanggung jawab.

Comments are closed.