NCC 2024

Korsel dan AS Bicarakan Perencanaan dan Simulasi Nuklir

Jakarta, Businessnews.co.id – Korea Selatan (Korsel) dan Amerika Serikat (AS) tengah mendiskusikan peluncuran program simulasi serta rencana bersama untuk menghadapi peningkatan ancaman nuklir dari Korea Utara, kata pejabat kedua negara, Selasa (3/1/2023).

Rencana itu muncul di tengah tekanan Presiden Korsel Yoon Suk Yeol agar AS meningkatkan langkah pencegahan, yaitu kemampuan militer AS –terutama kekuatan nuklirnya, untuk menangkal serangan terhadap sekutunya.

Tekanan itu digulirkan Yoon sejak ia mulai menjabat presiden pada Mei tahun lalu, dan di tengah ancaman yang berkembang dari Korut.

Dalam sebuah wawancara surat kabar yang dirilis pada Senin (2/1/2022), Yoon mengatakan Korsel dan negara sekutunya, AS, sedang mendiskusikan rencana dan latihan gabungan terkait nuklir.

Langkah tersebut, menurut dia, bisa membantu menghilangkan keraguan soal perluasan upaya pencegahan, setelah konsep yang ada saat ini “gagal meyakinkan” rakyat Korsel.

“Untuk menghadapi senjata nuklir Korut, kedua negara sedang mendiskusikan cara untuk berbagi informasi tentang pengoperasian aset nuklir milik AS, dan perencanaan bersama serta pelaksanaannya yang sesuai,” kata juru bicara Yoon, Kim Eun-hye, dalam pernyataan.

Kedua pemimpin “menugaskan tim mereka untuk merencanakan respons yang efektif dan terkoordinasi terhadap berbagai skenario, termasuk penggunaan nuklir oleh Korut, dan itulah yang sedang dikerjakan tim,” kata juru bicara Gedung Putih Karine Jean-Pierre.

Seorang pejabat senior pemerintah AS menjelaskan lebih lanjut bahwa kedua belah pihak melihat adanya peningkatan dalam pembagian informasi, perencanaan kontingensi gabungan, serta simulasi setelah ada permintaan presiden masing-masing negara.

Permintaan tersebut terungkap dalam pertemuan di Kamboja pada November tahun lalu dalam upaya mengatasi ancaman Korut.

Namun, pejabat itu mencatat bahwa latihan nuklir reguler akan “sangat sulit” karena Korsel bukan negara nuklir.

Dia menegaskan komentar yang dikeluarkan Presiden AS Joe Biden pada Senin malam bahwa kedua negara sekutu tersebut tidak mendiskusikan kegiatan semacam itu.

Kebijakan AS tidak mengizinkan kontrol bersama atas aset nuklir di mana pun di dunia. Menurut pejabat AS tersebut, langkah bersama antara AS dan Korsel akan dilakukan melalui berbagai cara.

“… termasuk seperti yang Presiden Yoon katakan, melalui peningkatan pemberian informasi, perencanaan bersama, memperluas jangkauan kontingensi yang kita rencanakan, serta latihan, dan pada akhirnya mengarah ke simulasi,” kata pejabat AS itu kepada Reuters.

Waktu bagi pelaksanaan latihan yang direncanakan itu belum diputuskan, tetapi akan berlangsung “dalam waktu yang tidak terlalu lama” dan mencakup skenario yang termasuk tetapi tidak terbatas pada situasi nuklir, kata pejabat itu.

“Idenya juga untuk mencoba dan memastikan bahwa kita dapat sepenuhnya memikirkan berbagai kemungkinan berdasarkan kemampuan DPRK yang telah mereka tunjukkan, serta pernyataan mereka,” kata pejabat itu menambahkan.

Ia merujuk pada Republik Demokratik Rakyat Korea (DPRK) untuk menyebut nama resmi Korea Utara.

Ketika ditanya tentang program simulasi, juru bicara kementerian pertahanan Korsel mengatakan sedang ada diskusi tentang itu, tetapi menolak untuk memberikan perincian.

Kedua negara tahun ini menghidupkan kembali konsultasi tentang peningkatan upaya pencegahan setelah jeda selama bertahun-tahun, sementara Korut meningkatkan kemampuan nuklir dan rudalnya.

Pyongyang mendefinisikan Korsel sebagai “musuh yang tidak diragukan lagi” dan bertekad meningkatkan persenjataan nuklirnya tahun ini, setelah menembakkan sejumlah rudal pada 2022 dan memicu ketegangan dengan menerbangkan drone ke Korsel pada Desember.

“Penanggulangan AS tidak mengikuti kemajuan program nuklir Korut, dan strategi pencegahan yang diperluas hampir tidak berbeda dari ketika kemampuan nuklir mereka tidak signifikan dan lebih lemah,” kata Go Myong-hyun, peneliti pada Asan Institute for Policy Studies di Seoul.

Tetapi, Kim Dong-yup, seorang profesor di Kyungnam University, mengatakan komentar Biden menunjukkan keengganan AS untuk berbagi operasi nuklir, mengingat betapa sensitif isu tersebut serta kekhawatiran soal keamanan.

“Mengingat berkembangnya seruan untuk senjata nuklir taktis, Washington dapat mencoba memberikan jaminan dan mengirim lebih banyak aset nuklir ketika kita menginginkan, tetapi mereka tidak mungkin sepenuhnya mewujudkan dorongan Presiden Yoon soal peningkatan pencegahan,” kata Kim.

Sumber: Reuters

Comments are closed.