BusinessNews Indonesia – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengumumkan hasil pengawasan intensif terhadap peredaran produk kosmetik selama periode September 2023 hingga Oktober 2024. Dari pengawasan tersebut, ditemukan 16 produk kosmetik yang diaplikasikan dengan cara injeksi, yang seharusnya tidak termasuk kategori kosmetik. BPOM menilai praktik ini membahayakan kesehatan masyarakat karena kosmetik bukanlah produk steril dan tidak dirancang untuk penggunaan dengan jarum atau microneedle.
“Kami berhasil mengungkap tren penggunaan produk yang didaftarkan sebagai kosmetik namun diaplikasikan dengan menggunakan jarum yang marak beredar dan perlu ditertibkan,” ujar Kepala BPOM RI, Taruna Ikrar dalam siaran persnya dikutip, Kamis (14/11/2024).
Sesuai dengan Peraturan BPOM Nomor 21 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pengajuan Notifikasi Kosmetik, produk kosmetik didefinisikan sebagai bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia seperti epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar, atau gigi dan membran mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan/atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik. Oleh karena itu, produk yang digunakan dengan jarum atau microneedle maupun digunakan dengan cara diinjeksikan tidak termasuk ke dalam kategori kosmetik.
Produk yang digunakan dengan cara injeksi haruslah steril dan diaplikasikan oleh tenaga medis. Kosmetik bukanlah produk steril dan secara umum dapat digunakan oleh siapapun tanpa bantuan tenaga medis serta tidak dimaksudkan untuk memberikan efek di bawah lapisan kulit epidermis. Oleh sebab itu meskipun produk ini telah terdaftar sebagai kosmetik, namun tetap melanggar peraturan dan membahayakan kesehatan penggunanya.
Penggunaan kosmetik dengan metode injeksi bisa menyebabkan efek samping serius, termasuk alergi, infeksi, dan kerusakan jaringan kulit. Taruna menegaskan, “Penggunaan kosmetik dengan cara diinjeksikan sangat membahayakan kesehatan. Produk seperti ini dikategorikan sebagai obat dan harus didaftarkan sebagai produk obat.”
Produk kosmetik yang salah digunakan ini dapat dikenali dari ciri-cirinya, yaitu berbentuk cairan dalam kemasan ampul, vial, atau botol, dan pada penandaan atau promosi produk disebutkan cara aplikasi injeksi. Untuk mencegah risiko kesehatan, BPOM telah mencabut izin edar produk-produk tersebut dan memerintahkan pemusnahannya oleh pihak terkait.
Berikut daftar 16 (enam belas) kosmetik yang diaplikasikan selayaknya obat dan telah dicabut nomor izin edarnya oleh BPOM:
- S by Bellavita (PT Haju Medical Indonesia)
- Sappire PDRN (Dermakor)
- Ribeskin Superficial Pink Aging (JMBIOTECH Corporation Limited. Korea Selatan)
- Goddesskin DNA Salmon di Rumah Aja (Athena)
- Mesologica MD Celluli (PT Herca Cipta Dermai Perdana)
- Mesologica MD Celluli-D (PT Herca Cipta Dermai Perdana)
- Mesologica MD Hair Crum Powder (PT Herca Cipta Dermai Perdana)
- Mesologica MD Exomatrix (PT Herca Cipta Dermal Perdana)
- Sappire Aqua Drop (PT Cawandra Jaya Indonesia)
- Curenex Lipo (PT Cawandra Jaya Indonesia)
- Lipo Lab PPC Solution (PT Cawandra Jaya Indonesia)
- MCCM Deoxycholic (PT Redo Marketing Indonesia Tangerang/Mesosystem SA Spanyol)
- MCCM Organic Silicon (PT Redo Marketing Indonesia Tangerang/Mesosytem)
- MCCM Cellulite cocktails (PT Redo Marketing Indonesia Tangerang/Mesosytem)
- MCCM Hyaluronic Acid 1 persen (PT Redo Marketing Indonesia)
- MCCM VItamin C (PT Redo Marketing Indonesia).
BPOM meminta agar pelaku usaha mematuhi peraturan dengan mendaftarkan produk sesuai klasifikasinya, serta mengimbau masyarakat agar selalu memastikan produk kosmetik yang dibeli memiliki izin edar resmi dan tidak diaplikasikan dengan metode injeksi. Pengguna juga dapat memverifikasi nomor izin edar melalui situs cekbpom.pom.go.id atau aplikasi BPOM MOBILE.
Comments are closed.