Aturan Larang Impor Barang di Bawah US$100 lewat E-commerce Dikritik
JAKARTA, Businessnews.co.id – Kementerian Perdagangan diketahui akan merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE).
“Masih harmonisasi. Harmonisasinya masih belum selesai antar K/L. Kita masih banyak masukan dari asosiasi, tentunya kita tampung dulu baru kita komunikasikan lagi dengan K/L terkait,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Suhanto dalam keterangan pers dikutip Minggu (27/8).
Salah satu hal yang menjadi sorotan dalam revisi regulasi tersebut adalah soal rencana pelarangan impor barang melalui e-commerce dengan nilai harga di bawah US$100. Pemerintah menilai bertebarannya barang impor yang dijual murah di e-commerce membuat usaha, kecil, mikro dan Menengah (UMKM) RI tak berdaya.
Menanggapi itu, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) justru menilai kebijakan larangan impor barang lewat e-commerce dapat menimbulkan dampak negatif jika diterapkan. Salah satunya adalah lenyapnya pendapatan negara dari pajak dengan potensi nilai mencapai 2,5 triliun per tahun.
“Perlu dipahami bahwa pengangkutan barang lewat pesawat udara (crossborder) ini adalah pendapatan umum (revenue generator) bagi negara dari sisi pajak, maka apabila pelarangan ini dilakukan potensi pendapatan negara dari pajak trilyunan per tahun akan hilang (sekitar 1,5 hingga 2,5 triliun),” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman dalam keterangan tertulis kepada BusinessNews.co.id Jum’at (25/8).
MAKI turut menilai Kementerian Koperasi dan UKM telah tergesa-gesa dalam menyimpulkan bahwa crossborder merugikan negara dan UMKM. Padahal, bisnis ini telah menjadi penopang utama sektor logistik, airlines, pergudangan, kurir dan trucking.
Bahkan, lanjut Bonyamin, disaat pandemi maskapi nasional dapat terus beroperasi karena mengangkut cargo crossborder di saat larangan mengangkut penumpang berlaku, sektor e-commerce crossborder dan logistiknya juga telah berkontribusi besar pada pemulihan perekonomian negara berkat export crossborder UMKM ke-6 negara ASEAN
Lebih dari itu, aksi penyelundupan barang impor yang tak terkendali justru berpotensi dapat terjadi jika kebijakan pelarangan impor barang di bawah US$100 lewat e-commerce diterapkan.
“Rencana mematikan crossborder yg transparant dan patuh pajak tentu akan secara tidak langsung mengarahkan semua importasi menjadi sulit dikontrol, dan cenderung ilegal. Sejatinya musuh bersama penyebab bangkrutnya UMKM dan industri lain sejak dulu adalah importasi ilegal atau black market yg berakibat predatory pricing,” pungkas Boyamin.
Comments are closed.