Kebijakan WFH Demi Jaga Kualitas Udara, DKI Berpotensi Kehilangan Rp215 Triliun!
JAKARTA, Businessnews.co.id – Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri mewajibkan kantor-kantor pemerintahan se-Jabodetabek untuk menerapkan sistem kerja dari rumah atau work from home (WFH) bagi 50% aparatur sipil negara (ASN).
Aturan ini tertuang dalam instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pengendalian Pencemaran Udara pada wilayah Jabodetabek.
“Untuk mengurangi jumlah kendaraan bermobilitas, kepala daerah diminta untuk melakukan penyesuaian kebijakan pengaturan sistem kerja yakni sedapat mungkin melakukan penerapan work from home (WFH) dan work from office (WFO) masing-masing sebanyak 50 persen bagi ASN di lingkungan perangkat daerah, karyawan BUMN, dan BUMD,” kata Dirjen Administrasi Wilayah Syafrizal ZA dalam keterangan tertulis diktuip Kamis (24/8).
Meski begitu, pengamat ekonomi yang juga Direktur Center of Law and Economic Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai kebijakan tersebut justru menimbulkan masalah baru. Khususnya pada sektor ekonomi bagi para pelaku usaha, termasuk usaha menengah kecil dan mikro (UMKM).
“Pelaku usaha termasuk UMKM akan keberatan pastinya. Kebijakan WFH punya risiko menurunkan berbagai indikator ekonomi di Jakarta dan sekitarnya,” kata Bhima.
Lebih lanjut, Bhima menyebutkan potensi kehilangan pendapatan yang dapat terjadi dari kebijakan tersebut mencapai Rp215,8 triliun sepanjang 2023. Nilai itu atas asumsi jika WFH juga diterapkan pada sektor swasta yang berpengaruh terhadap menurunnya 40% pengeluaran rumah tangga di sektor transportasi.
“Jika WFH-nya lebih tinggi, maka pengaruhnya akan lebih besar lagi. Itu baru dari transportasi dan rekreasi,” terangnya.
Kondisi kualitas udara yang memburuk di Jakarta belakangan menarik perhatian seluruh pihak. Berdasarkan pengukuran indeks kualitas udara versi AQAir pada Selasa (22/8) pukul 12:11 WIB, DKI menempati peringkat ketiga sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia.
Comments are closed.