Ketika UMKM Perlu Diperkuat untuk Putar Roda Ekonomi Nasional
BusinessNews Indonesia – Pandemi COVID-19 telah mengakibatkan ekonomi secara global terpuruk. Banyak pelaku usaha gulung tikar, baik skala besar maupun skala kecil seperti usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Kondisi itu mengakibatkan banyak orang kehilangan pekerjaan. Jika tidak segera diatasi, tentu sektor UMKM bisa semakin runyam.
Sejumlah kalangan menilai, UMKM perlu digerakkan, sehingga roda perekonomian bisa kembali berputar.
UMKM dinilai menjadi kunci keberhasilan pemerintah untuk memulihkan ekonomi saat pandemi dan ketika setelah pandemi COVID-19 berakhir.
Pentingnya upaya penyelamatan UMKM sejalan dengan besarnya kontribusi sektor ini terhadap perekonomian nasional. Berdasarkan data pada tahun 2019 sektor UMKM memberikan kontribusi 60,34 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional, atau atau Rp694 triliun.
Sektor yang memiliki jumlah 64,2 juta unit usaha UMKM ini juga mampu menyerap sekitar 116 juta tenaga kerja atau sekitar 97,02 persen dari total angkatan kerja nasional.
Berbanding terbalik dengan usaha besar yang hanya menyerap sekitar 5,8 juta tenaga kerja.
Pengamat UMKM Suhaji Lestiadi mengungkapkan pasar menghilang seiring daya beli masyarakat lapisan bawah yang terus merosot akibat pembatasan aktivitas sosial sebagai upaya memutus rantai penyebaran COVID-19.
Padahal, konsumsi produk-produk UMKM mayoritas berasal dari kalangan masyarakat itu.
Deputi Bidang Pengembangan SDM Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop dan UKM) Arif Rahman Hakim menyatakan sebanyak 10 persen usaha mikro di berbagai daerah berpotensi naik statusnya.
“Pelaku usaha mikro jumlahnya 63,35 juta usaha. 10 persennya mempunyai potensi untuk bisa ditingkatkan,” kata Arif Rahman Hakim.
Dalam kondisi yang sulit karena pandemi banyak usaha yang kinerjanya menurun, maka penting untuk menggerakkan upaya menumbuhkan kewirausahaan.
Namun ia juga mengingatkan bahwa pada masa pandemi ini tidak semua jenis usaha mengalami penurunan karena ada juga yang berhasil menangkap peluang sehingga usahanya mengalami kenaikan.
Kolaborasi
Dalam satu dekade terakhir seiring dengan berkembangnya teknologi, UMKM terus berkembang. Usaha mulai dari skala rumahan hingga skala yang lebih besar bermunculan.
Dari sisi jenis usaha sangat beragam mulai dari kuliner, fesyen, agribisnis, usaha bidang teknologi, jasa pemasaran, otomotif, perawatan tubuh, hingga usaha kerajinan dan cenderamata.
Namun usaha kuliner dinilai masih yang teratas dalam peluang usaha dan tidak akan redup di masa pandemi.
Hal itu juga yang menjadi alasan dua perusahaan kuliner besar berpola kemitraan, Mitra Boga Ventura (MBV) dan Kulo Group kembali melakukan kolaborasi untuk sebuah konsep baru.
Mereka ingin ikut menggerakkan kembali roda ekonomi yang terempas wabah corona, terutama di kalangan pelaku usaha kecil.
MBV dan Kulo Group menghadirkan gerobak kuliner “Mo Tahu Aja!” yakni usaha berpola kemitraan untuk menjual tahu goreng dengan harga terjangkau.
“Saat ini banyak orang mencari pemulihan ekonomi masing-masing, sehingga mereka mencari usaha dengan modal ringan agar bisa segera mendapatkan penghasilan,” kata petinggi grup MBV, Michael Marvy Jonathan.
Marvy menjelaskan selama pandemi, sebagian usaha makanan dan minuman atau food and beverage (FnB) masih bisa bernapas.
Soalnya ketika ada pembatasan, banyak orang bosan terkunci di rumah, mereka memilih untuk jajan secara online.
Banyak orang kehilangan pekerjaan karena bisnis ritelnya tutup, pabrik tidak berjalan, toko kelontong tutup, ataupun usaha penjualan pakaian yang gulung tikar, ingin mencari peluang baru lewat bisnis kuliner.
“Bisnis yang kami hadirkan ini menjual tahu dengan konsep gerobak, bukan booth, sehingga biaya investasinya sangat kecil,” ujarnya.
MBV dan Kulo Group akan memberikan pelatihan kepada mitra, termasuk promosi ketika peluncuran setiap gerai, dan menyiapkan koneksi untuk Grabfood dan Gofood.
Mitra tidak perlu repot, cukup membayar biaya kemitraan yang terjangkau dan siap berjualan.
“Kami ingin mengambil momentum. Untuk kondisi seperti ini, perlu mencari momentum menggerakkan UMKM. Supaya yang tadinya mereka tidak memiliki peluang, bisa punya peluang lagi,” ujar Marvy.
Biaya investasi untuk memulai usaha “Mo Tahu Aja!” dinilai cukup terjangkau. Sebab, hanya dengan modal Rp30 juta, mitra sudah bisa berjualan tahu dengan merek “Mo Tahu Aja!”.
Mitra juga akan mendapatkan gerobak serta perlengkapan, dan tidak perlu mengeluarkan biaya marketing tambahan.
“Mo Tahu Aja!” memiliki beberapa menu, di antaranya “tahu kriuk aja” yang kekinian dan “tahu walik aja” yaitu tahu aci klasik dengan harga terjangkau.
Ia juga mengklaim penganan yang disukai masyarakat luas ini memiliki rasa yang khas, dan juga lebih renyah dan gurih ketimbang tahu serupa yang sudah ada di pasaran.
MBV dan Kulo Group menargetkan pembukaan 1.000 cabang hingga enam bulan ke depan.
Jumlah itu merupakan angka yang memungkinkan mengingat jumlah outlet MBV dan Kulo Group saat ini sudah lebih dari 1.000 outlet di seluruh Indonesia.
Sementara itu Marketing Executive Kulo Group Michael Bunyamin menjelaskan, “Mo Tahu Aja!” adalah konsep terbaru yang mereka hadirkan. Pihaknya menyajikan makanan ringan “tahu kekinian” untuk seluruh masyarakat Indonesia.
“Ini terinspirasi dari kecintaan masyarakat Indonesia terhadap tahu. Kami ingin menyajikan kembali hidangan tahu goreng untuk seluruh lapisan masyarakat, dan pada akhirnya untuk memperkenalkan tahu goreng ke seluruh dunia,” kata Michael.
Pengamat ekonomi Gigih Prihantono menilai, sektor riil dan ekonomi kerakyatan harus benar-benar hidup terlebih dulu sebelum sektor ekonomi lain.
Hal itu karena UMKM memiliki peran penting dalam menghidupkan perekonomian, sehingga, ekonomi bisa berangsur pulih.
UMKM harus terus berpacu dengan teknologi terkini jika produknya ingin terus berkembang dan laku di pasaran. Karena tak bisa dipungkiri bahwa perkembangan teknologi juga mempengaruhi tingkat kebiasaan masyarakat dalam segala hal. Oleh Royke Sinaga.
(ed.AS/businessnews.co.id/antara).
Comments are closed.