Jakarta, Businessnews.co.id – Raksasa minyak Arab Saudi, Saudi Aramco, mencetak rekor laba bersih tahunan pada 2022 senilai US$161,1 miliar atau sekitar Rp2.491,8 triliun (asumsi kurs Rp15.468 per US$).
Perolehan laba tersebut meningkat 46 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang didorong oleh tingginya harga energi, peningkatan volume penjualan, dan peningkatan margin untuk produk olahan.
Keuntungan Aramco itu sekitar tiga kali lipat dari keuntungan yang dibukukan oleh Exxon sebesar US$56 miliar. Perusahaan migas global lainnya, seperti BP (BP.L), Shell (SHEL.L), dan Chevron (CVX.N) sebagian besar juga membukukan rekor keuntungan pada tahun lalu.
Bila dibandingkan, perolehan laba Saudi Aramco itu hampir menyamai pendapatan APBN Indonesia. Kementerian Keuangan melaporkan pendapatan negara APBN Tahun 2022 terealisasi Rp2.626,4 triliun atau tumbuh 30,6 persen.
Adapun, harga minyak berayun liar sepanjang 2022, naik di tengah kekhawatiran geopolitik perang di Ukraina, kemudian tergelincir karena melemahnya permintaan dari importir utama China dan kekhawatiran kontraksi ekonomi global.
“Mengingat bahwa kami mengantisipasi minyak dan gas akan tetap penting di masa mendatang, risiko kurangnya investasi di industri kami adalah nyata, termasuk berkontribusi terhadap harga energi yang lebih tinggi,” kata CEO Saudi Aramco Amin Nasser dalam pernyataan laporan kinerja 2022.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, kata Nasser, perusahaan berinvestasi dalam teknologi rendah karbon baru dengan potensi untuk mencapai pengurangan emisi tambahan.
Dia juga menyampaikan bahwa rencana untuk meningkatkan kapasitas produksi minyak mentah menjadi 13 juta barel per hari (bph) pada 2027 sudah sesuai rencana.
Adapun, belanja modal (capital expenditure) Aramco naik 18 persen menjadi US$37,6 miliar pada 2022. Perusahaan memperkirakan capex tahun ini sekitar US$45 miliar hingga $55 miliar, termasuk investasi eksternal.
Sementara itu, Aramco mengumumkan dividen sebesar US$19,5 miliar untuk kuartal keempat 2022, meningkat 4 persen dari kuartal sebelumnya.
Harga minyak melonjak pada Maret 2022 lalu seiring invasi Rusia ke Ukraina meningkatkan aliran minyak mentah global. Harga minyak Brent tercatat mencapai US$139,13 per barel, tertinggi sejak 2008. Namun, harga mendingin dengan cepat pada paruh kedua 2022 karena bank sentral menaikkan suku bunga dan memicu kekhawatiran resesi.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak Bumi (OPEC+) yang dipimpin oleh Arab Saudi pada tahun lalu sepakat untuk memangkas produksi sebesar 2 juta barel per hari, dari November hingga akhir 2023 untuk mendukung pasar.
Keputusan tersebut menuai kritik keras dari Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya, tetapi dinamika pasar sejak saat itu telah menunjukkan bahwa pemotongan tersebut dilakukan dengan hati-hati dengan harga minyak melayang mendekati US$80 per barel dari level tertinggi di atas $100 pada 2022.
SUMBER: REUTERS
Comments are closed.