BusinessNews Indonesia – Sudah menjadi rahasia umum, bahwa penerapan Governance, Risk and Compliance (GRC) yang tepat dan benar akan berdampak positif terhadap kinerja, bisnis dan daya saing organisasi secara berkelanjutan. GRC merupakan serangkaian proses dan prosedur lintas departemen dan fungsi untuk membantu perusahaan mencapai tujuan bisnis, mengatasi ketidakpastian, dan bertindak dengan integritas.
“Untuk mengejar pertumbuhan GRC harus adanya check and balance. Sehingga harus dihitung manfaat dan kerugiannya”, kata Alan Yazid selaku Ketua Indonesia Risk Professional Association di acara workshop dan seminar terkait Implementasi GRC & ESG Mendukung Business Judgement Rule UU BUMN & UU PT di Hotel Aryaduta, Bandung pada Kamis (5/12/2024).
Alan menjelaskan bahwa GRC yang dimaksud adalah Good Corporate Governance (GCG) sebagai struktur, Risk sebagai profil untuk resiko, dan Compliance sebagai bentuk sosial dan kebudayaan. Selain itu, penerapan Enviromental, Social, and Governance (ESG) sangat dibutuhkan untuk mengintegrasikan antara keduanya.
“ESG tentunya adalah kegiatan yang mengedepankan konsep pembangunan, investasi maupun bisnis yang berkelanjutan, sesuai dengan prinsip lingkungan, sosial dan tata kelola. Pada tahap selanjutnya, penerapan GRC sebagai suatu sistem mengalami tuntutan untuk bermetamorfosis dengan cepat menjadi ESGRC (Enviromental, Social, Governance, Risk and Compliance)”, tambah Alan.
Adanya isu terkait ESG ini tentu karena cuaca ekstrim, iklim dan lingkungan yang ada di dunia. Maka dari itu, perlu dipikirkan cara untuk menanganinya. AI dari negara besar, sering memberikan informasi yang salah ke negara tetangga dalam rangka untuk bersaing, mendapatkan bahan baku murah dan lain sebagainya yang dapat menguntungkan negara.
Perusahaan harus menggunakan sistem intelegensi GRC yang dapat memetakan risiko secara dinamis dan berkesinambungan seperti risiko finansial, operasional, TI dan siber, lingkungan, dan budaya untuk mencegah ketidakpastian dan kompleksitas risiko bisnis.
Selain itu, Perusahaan BUMN juga harus menerapkan Model Tata Kelola Risiko Tiga Lini untuk menerapkan tata kelola risiko yang berkelanjutan. Menurut PER-2/MBU/03/2023, pengelola risiko yang bekerja di lini pertama tidak boleh melakukan pekerjaan di lini kedua atau ketiga. Untuk mengurangi risiko penyalahgunaan aset dan salah kelola, model ini memastikan adanya check and balance.
Comments are closed.