Penurunan Suku Bunga Menyulut Rally di Pasar Saham dan Obligasi
Pemangkasan suku bunga yang dilakukan di saat kondisi ekonomi sedang bagus memberikan sentiment positif bagi pasar keuangan Indonesia.
BusinessNews Indonesia – Pasar obligasi maupun saham di Indonesia diproyeksikan akan menikmati sentimen positif dari pemangkasan suku bunga oleh The Fed dan Bank Indonesia (BI). Pemangkasan suku bunga The Fed sebesar 50 basis poin pada Rabu, 18 September 2024 yang lalu dipandang melebihi ekspektasi pasar. Sehari sebelumnya, BI juga melakukan langkah serupa dengan memangkas suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps menjadi 6% yang ditujukan untuk mendukung stabilitas makroekonomi dan menjaga pertumbuhan ekonomi domestik.
Salah satu dampak langsung dari penurunan suku bunga The Fed terlihat pada penguatan nilai tukar rupiah. Sejak awal kuartal ketiga, Rupiah telah menguat sebesar 7,25% terhadap dolar AS, dan momentum penguatannya akan semakin kuat setelah pengumuman pemotongan suku bunga oleh The Fed. Pada pekan lalu, nilai tukar rupiah sempat mencapai Rp 15.100 per dolar AS, dipicu oleh kejutan dari besarnya pemotongan suku bunga The Fed yang lebih besar dari ekspektasi pasar, yakni 50 bps dibandingkan perkiraan awal 25 bps.
Ekonom Senior PT Bahana TCW Investment Management (Bahana TCW) Emil Muhamad mengatakan, secara teori pemotongan suku bunga oleh BI seharusnya menekan nilai tukar Rupiah, tapi Rupiah justru menguat signifikan. Hal ini disebabkan oleh pengaruh eksternal yang lebih dominan, terutama dari kebijakan The Fed yang memberikan sentimen positif bagi aset-aset negara berkembang, termasuk Indonesia. Penurunan suku bunga The Fed yang lebih besar dari perkiraan pasar berhasil memperkuat posisi mata uang negara-negara emerging market, termasuk Rupiah.
“Pemangkasan suku bunga The Fed yang dilakukan di saat kondisi ekonomi AS dan global sedang bagus memberikan sentimen positif bagi pasar keuangan global. Dalam jangka pendek, pasar SBN akan menikmati rally yang didorong oleh arus masuk modal asing. Selain itu, kinerja IHSG juga diperkirakan akan lebih baik pada kuartal keempat 2024,” tambah Emil.
Pasar obligasi, khususnya Surat Berharga Negara (SBN), menjadi salah satu penerima manfaat utama dari pelonggaran kebijakan moneter global. Investor asing cenderung mencari imbal hasil yang masih relatif tinggi di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, terutama saat suku bunga di negara-negara maju menurun. Capital inflow asing ke pasar obligasi Indonesia mencapai Rp 19,8 triliun dalam sepekan terakhir, menunjukkan minat besar terhadap SBN.
Dampak terhadap Pasar Saham
Meskipun pasar obligasi menikmati rally yang signifikan dalam beberapa bulan terakhir, proyeksi kinerja pasar saham diperkirakan akan lebih unggul di kuartal keempat 2024. Saham, khususnya saham-saham big cap yang tergabung dalam indeks LQ45, diperkirakan akan menjadi pemenang utama dari pelonggaran suku bunga ini. Penurunan suku bunga menjadi katalis positif bagi prospek aset saham, karena biaya pinjaman yang lebih rendah dapat mendorong permintaan masyarakat yang lebih tinggi sekaligus mempermudah emiten untuk berekspansi dan memperbaiki prospek keuntungan.
Dalam konteks alokasi aset, Bahana TCW memperkirakan bahwa Investor asing diperkirakan akan beralih meningkatkan alokasi asetnya ke pasar saham setelah rally di pasar obligasi dianggap sudah mencapai target. Saham-saham big cap, yang selama ini tertinggal dibandingkan obligasi, kemungkinan akan menjadi target utama investor karena imbal hasil obligasi yang mulai menurun.
Saham-saham di sektor keuangan, konsumer, dan telekomunikasi yang tergabung dalam indeks LQ45 diperkirakan akan menjadi penggerak utama pasar. Prospek pertumbuhan ekonomi yang stabil di Indonesia, dengan pertumbuhan PDB yang diperkirakan tetap di atas 5%, memberikan dukungan tambahan bagi pasar saham domestik.
Meskipun prospek pasar saham dan obligasi terlihat positif, terdapat beberapa risiko yang perlu diperhatikan investor. Salah satu risiko utama adalah kemungkinan kenaikan inflasi di Indonesia pada akhir tahun. Jika inflasi mulai naik, hal ini dapat menekan imbal hasil obligasi dan membatasi ruang untuk penurunan suku bunga lebih lanjut oleh BI. Selain itu, meski investor asing saat ini menunjukkan kepercayaan yang tinggi terhadap pasar Indonesia, ketidakpastian global, termasuk perkembangan geopolitik dan kebijakan moneter di negara-negara maju, tetap menjadi risiko yang dapat mempengaruhi arus modal masuk ke Indonesia.
“Dalam situasi ini, Investor disarankan untuk memanfaatkan momentum ini dengan mengalokasikan portofolio mereka secara cermat, mengingat potensi risiko yang masih ada, terutama terkait inflasi dan ketidakpastian global. Secara keseluruhan, kedua pasar, baik saham maupun obligasi, masih dapat memberikan return positif hingga akhir tahun ini, namun saham diperkirakan akan mengungguli obligasi dalam hal imbal hasil. Dengan strategi yang tepat, investor dapat memperoleh keuntungan dari dinamika pasar yang terus berubah.” tutup Emil.
Comments are closed.